Kali ini, aku ingin bercerita sedikit tentang
pengalamanku. Khususnya pengalaman asmaraku. Mungkin ini bisa dibilang lebay
atau semacamnya, tapi aku ingin semua orang tahu bagaimana perasaanku selama
ini lewat tulisanku. Sudah banyak memang tulisan yang kubuat dimana idenya
selalu dari kisah nyataku, bahkan beberapa memang dari kisah nyata yang kubuat
happy ending. Ya, itu yang kumau dihidupku, happy ending.
Semua orang pasti juga menginginkan hal yang sama.
Semua orang pasti menginginkan ending yang bahagia bersama dengan orang yang ia
cintai, begitu juga aku.
Dulu, saat aku masih kelas 1 SD, aku tertarik pada
satu orang laki-laki. Nama yang takkan pernah bisa kulupakan, yaitu Dear. Dia
memang bukan cinta pertamaku, juga bukan cinta monyetku. Aku hanya tertarik
padanya karena dia punya wajah yang manis walau kulitnya hitam. Bisa dibilang
Dear itu orangnya hitam manis. :) Dia teman sekelasku waktu itu namun harus
pindah karena—mungkin— keluarganya punya masalah dengan
ekonominya. Sewaktu aku SD memang bayaran lumayan mahal untuk saat itu.
Itulah kisah masa kecilku sewaktu SD, dan
untuk pertama kalinya tertarik dengan laki-laki walau hanya sekedar tertarik
pada wajah saja. Hahaha...
Perjalanan asmaraku masih panjang. Setelah
Dear pindah, aku tak pernah memikirkan laki-laki lagi—kecuali teman dan sahabat. Di kepalaku,
yang ada hanya rangking 1, rangking 1, dan rangking 1 karena aku sudah membuat
Mama dan Bapak kecewa dengan peringkatku di kelas 1, yaitu rangking 2. Dan
benar saja! Karena tekadku yang bulat, aku berhasil dapat rangking 1 sejak
kelas 2 sampai lulus SD. :D Aku sangat bersyukur karena-Nya.
Ah, aku belum cerita tentang cinta
monyetku. :p Aku bertemu dengannya sewaktu kami kelas 4. Dia anak baru,
pindahan dari Bandung. Namanya Eri.
Dia pintar Matematika dan pernah mewakili sekolah di
lomba Calistung lalu berhasil juara 6. Huaaa! Keren! Tapi aku sebal dengannya
karena dia selalu mem-bully-ku sewaktu kelas 5 dengan Sofia, teman sebangkunya.
-_-* Mungkin dia mau balas dendam sama aku karena di kelas 4, aku selalu jailin
dia. Kalau bukan karena tempat duduknya yang berada di belakangku, mungkin aku
takkan jail padanya begitu juga dia yang selalu menjailiku.
Namun, saat aku kelas 6 SD, dia pindah entah kemana
tanpa kabar. Padahal aku masih ingin bersamanya, bercanda bersama walau pada
akhirnya aku di-bully. Aku juga belum berterimakasih padanya untuk semua
kenangan darinya. Heh, TOMAT (TOMpel di MATa)! Awas saja kalau ketemu lagi, aku
akan mem-bully-mu! XP
Fuaaah! Rasanya sekarang, aku jadi rindu akan
masa-masaku di SD. :)
Perjalananku pun berlanjut ke SMP. Untuk masuk ke
SMP itu benar-benar susah. Belum lagi harus bersaing dengan murid-murid pintar
dari berbagai daerah. Aku senang, karena setelah masuk SMP, pikiranku
teralihkan dari sosok Eri. Di SMP, aku bertemu orang-orang yang menyenangkan!
Untuk pertama kalinya sejak masuk SMP, aku sempat memperhatikan satu orang
laki-laki, namanya Fajar.
Kenapa?
Akan kuceritakan lebih detailnya.
Jadi waktu itu kami semua sedang ngoreksi PR
Matematika. Lagi-lagi pelajaran Matematika yang kubawa, it’s my favorite
lesson! >,< Oke, lanjut. Nah, setelah selesai ngoreksi, buku yang sudah
ditukar itu harus dikembalikan ke yang punya. Entah itu kebetulan atau apa,
buku yang kukoreksi itu punya Fajar dan buku yang dia koreksi itu punyaku.
-_-* Tapi ngeselin, dia ngotot banget nanya soal
namaku. Padahal jelas banget di buku itu ada namaku, pake nggak percaya segala
lagi!
Ada lagi laki-laki yang membuatku kesal namun tidak
terlalu kuperhatikan, mungkin malah harus jaga jarak dengannya karena terus
di’ceng’in sama teman sekelas. Namanya Azhar. Maaf, aku lupa nama panjangnya.
:D Kalau bukan karena kecelakaan waktu itu, mungkin aku takkan menjaga jarak
dengannya juga. Waktu itu aku masih semingguan lebih menjadi anak SMP. Azhar pinjam
tipe-x padaku, namun aku memberikannya tipe-x kertas dengan cara dilempar
karena jaraknya terlalu jauh.
T^T Tapi malah tipe-x ku yang hancur. Huaaa! Aku
ingin menangis di saat itu juga. Bukan karena tipe-x nya tapi karena
diperhatikan oleh anak-anak sekelas, uh mana masih baru lagi. Entah kenapa
sejak saat itu anak-anak sekelas nge’ceng-ceng’in aku dengannya.
Walau aku di’ceng’in dengan Azhar, tapi laki-laki
yang sebenarnya kusukai adalah Didik. Dia adalah cinta pertamaku, karena aku
tak pernah menyukai laki-laki sedalam ini. Aku selalu berdebar jika berdekatan
dengannya. Aku ingat, di hari Sabtu pagi saat aku piket, dia baru saja datang
ke kelas. Ketika itu aku sedang berdiri di depan pintu kelas dan tanpa sengaja
tangan kami bersentuhan seperti ingin menggenggam tapi hanya sedetik saja.
Mendengar suaranya saja sudah membuatku berdebar, apalagi jika berdekatan dan
berbicara dengannya?
Ugh, lagi-lagi aku harus merasakan kepahitan yang
teramat dalam dari cinta pertamaku itu. Dia menolakku secara tidak langsung saat
kelas 9.
Didik pacaran dengan sahabatku, Neneng. :) Miris
sih, begitu tahu mereka pacaran, padahal Neneng tahu kalau aku menyukai Didik
sejak kelas 7. Tiap kali dia cerita padaku tentang SMS dari Didik yang selalu
gombalin dirinya, hatiku merasa sakit seperti tertusuk katana. ;( Gara-gara
itu, aku nggak mau bersahabat lagi dengannya karena hatiku sudah terlalu sakit.
Dan di saat itulah, dia datang. :) Iya, dia datang.
Orang yang tak pernah kuharapkan untuk mengisi hatiku yang kosong itu tiba-tiba
datang padaku dan bilang kalau dia menyukaiku di depan teman sekelas. Namanya
Ricky Kurnia blablabla. :)
Aku tak tahu kalau sejak kelas 7, kamu selalu
memperhatikanku.
Aku juga tidak tahu, kalau panggilan ‘Bonbon’-mu itu
hanya untuk mencari-cari perhatianku.
Aku juga takkan tahu semua perasaanmu padaku jika
kau tak mengatakannya di tanggal 15 Februari 2012.
Dan aku juga tidak akan pernah bisa mendapatkan
perasaanmu yang tulus padaku, jika aku tak menyambutmu dalam kehidupanku.
Terdengar puitis, ya?
Tapi, aku bahagia bisa menjalani hari-hari terakhir
di SMP bersamamu, walau banyak tekanan juga yang menghantam perasaanku. Mungkin
kamu nggak tahu kalau aku tertekan saat kita jadian.
Kamu tahu? Aku yakin kamu tahu. Aku selalu cemburu
jika kamu dekat dengannya, bercanda dengannya, dan mengobrol bersamanya. Aku
pernah mengatakannya padamu tapi kamu bilang kalau dia hanya teman. Tapi kamu
nggak tahu ‘kan, gimana sakitnya aku sewaktu melihatmu berdansa dan
bergandengan tangan dengannya? Kamu nggak tahu ‘kan sesakit apa aku sewaktu
melihat fotomu dengannya? Kamu juga nggak tahu ‘kan gimana perasaanku sewaktu
melihatmu bisa senyaman itu jika bersamanya? Kamu bahkan terlihat lebih nyaman
dengan yang lain ketimbang denganku. Aku ingin kamu bisa lebih nyaman jika
denganku, tapi apa? Kamu justru kelihatan sebaliknya.
Sakit.
Sedih.
Kecewa.
Itu yang kurasakan dan hanya pada orang yang sama.
Sebenarnya juga bukan itu saja, aku cemburu jika
kamu dekat dengan sahabatku sejak kelas 8. Kamu tahu itu semua, rasanya malu
banget kalau rasa cemburuku ketahuan olehmu. Kalau bukan karena sahabatku,
mungkin kamu tidak akan tahu. Awalnya aku kesal saat dia manggil kamu dengan
sebutan ‘kakak’, terlebih melihatmu yang juga meresponnya.
Lalu perasaanku berubah menjadi cemburu saat tahu
kau meminjamkan ponselmu padanya. Kamu tahu, dia memainkannya di depan mataku
dan aku tak bisa berbuat apa-apa selain menahan tangis. Aku yang pacarmu tak
pernah berani untuk meminjamnya karena itu privasimu tapi kenapa kamu
membolehkannya mengutak-atik ponselmu di depan mataku.
Sakit tahu, sakit!
Mungkin ini lebay, tapi kamu itu pacar pertamaku dan
aku nggak mau perhatianmu terbagi.
Posesif?
Iya, aku memang pacar yang posesif.
Tapi aku tak pernah mau masuk ke dalam urusan
privasimu. Aku selalu berusaha untuk menjaga perasaanmu dengan menjauhi
teman-teman laki-lakiku. Orang yang membuatmu cemburu pun sudah kujauhi agar
kamu tidak merasa cemburu lagi padaku.
Huft, aku cuma bisa menghela napas mengingatnya.
Kamu, iya, kamu Ricky.
Kamu orang pertama yang menjadi pacarku, tapi kamu
juga orang pertama yang bisa membuatku merasakan perasaan tak menentu ini. Maksudku, memang kamu bukan cinta pertamaku tapi kamu orang pertama yang selalu
kuinginkan untuk bersama denganku selamanya. Bahkan sampai sekarang, aku selalu
memikirkannya. Walau aku tahu, semua yang sudah kita lalui itu takkan bisa
terulang lagi.
Sedih sih, tapi mau bagaimana lagi?
Kamu gantungin hubungan ini selama berbulan-bulan.
Mana tahan aku dengan semua itu.
Di saat aku terpuruk seperti itu, kamu tak
memperhatikanku sama sekali sampai aku tahu apa penyebab dari berubahnya
sikapmu. Iya, mungkin ini tidak benar, tapi mungkin juga ini benar. Kamu
berubah dan mulai tak memperhatikanku lagi sejak kita lulus SMP dan berhasil
masuk ke SMK yang kita pilih. Di bulan September atau Oktober tahun 2012,
kabarmu benar-benar hilang. Bahkan semua rencanaku untuk memberikan kejutan dan
kado secara langsung di hari ulang tahunmu yang ke-15 (14 Oktober), harus batal
karena kamu tidak bisa datang.
Kamu nggak tahu gimana sekecewanya aku walau aku
sudah bilang ‘tidak apa-apa’ padamu, kan?
Nomormu pun tidak aktif setelah itu.
Sedih, kecewa, tapi aku nggak bisa berbuat banyak.
Bahkan kita pernah bertengkar karena statusku dan
hanya karena kuubah status di FB-ku dari pacaran menjadi tidak ada hubungan itu
hubungan kita benar-benar putus tanpa mengucapkan kata ‘putus’ yang sebenarnya.
Kamu nggak tahu seberapa sakitnya begitu tahu kamu
tidak berusaha untuk bertanya padaku. Munafik memang jika aku tak
menginginkanmu untuk bertanya lebih dulu sebelum aku menjelaskan. Tapi aku
bersyukur, setidaknya kamu suka dengan jaket baseball yang kubelikan untukmu,
khusus untukmu. ;) Aku berpikir sejak saat itu, kenapa hubungan ini tak bisa
bertahan lama? Padahal aku ingin kamu yang pertama dan terakhir untukku.
Tapi semua itu harus kupendam sedalam mungkin saat
melihat foto itu. Iya, karena foto itu juga yang membuatku untuk berganti
status.
Kamu kelihatan bahagia dengannya.
Dengan gadis lain yang mungkin bisa membuatmu nyaman
di sana.
Perasaanku semakin yakin begitu dengar perkataan
sahabatku yang mengatakan kalau gadis-gadis di kelasmu itu ‘ramah-ramah’.
Sakit, tapi tak bisa berbuat banyak lagi.
Hei, Ricky. Apa sekarang kamu sudah membenciku?
Kurasa begitu, kamu bahkan sampai me-remove-ku dari
FB-mu.
Sakit tahu, sakit.
Dulu aku pernah bilang padamu, kalau hubungan ini
tak bisa diteruskan, aku ingin kita menjadi sahabat atau teman saja. Walau kamu
tidak menjawab mau atau tidaknya secara jelas, tapi aku mengharapkan kemauanmu
itu. Aku benar-benar mengharapkannya. Tapi yang ada malah kita berakhir seperti
ini.
Ini semua salahmu!
Aku berusaha untuk mengerti keadaan.
Tapi... kenapa kamu menggantungku begitu?
Kamu tahu, hanya dengan SMS ‘selamat pagi’, ‘selamat
siang’, ‘selamat sore’ dan ‘selamat malam’mu itu aku sangat senang. Itu berarti
kamu masih memperhatikanku walau kita berjauhan. Tapi aku juga tidak bisa
menyalahkanmu karena aku terlalu ceroboh mengambil keputusan.
Tapi apa mungkin bisa berubah jika aku terus
menunggu?
Apa mungkin kamu masih memperhatikanku seperti dulu?
Aku memang bodoh karena baru menyadarinya sekarang,
tapi aku akan lebih bodoh lagi jika aku tak mengakuinya.
Aku sudah terperangkap oleh perasaanmu sampai-sampai
aku tak bisa keluar dari perangkapmu yang bernama ‘cinta’ itu. Perasaanku
perlahan dan seiring berjalannya waktu semakin membesar. Begitu mengingat
kenangan yang kita buat, hatiku terasa ditusuk jarum. Air mata pun ingin keluar
dari mataku.
Aku... suka padamu, aku... masih menyayangimu, aku
juga masih mencintaimu. Aku... benar-benar tak bisa berbuat apa-apa lagi. :)
Terima kasih untuk semuanya, Ricky.
Walau hanya 6-7 bulan kita bersama, tapi
kenangan-kenangan yang dibuat terlalu banyak sampai-sampai aku tak yakin bisa
menghapusnya, dan memang aku tak berniat untuk melupakannya.
Aku akan mengenangnya baik-baik.
:) Aku harap kita bisa bertemu lagi suatu saat
nanti.
Ya... suatu saat dengan senyuman, bukan malah
menghindar satu sama lain hanya karena masa lalu. Semua masa laluku pun sudah
kusimpan dalam proyek A Thousand Bird Papers. Aku juga berharap, suatu saat
jika aku tak ada lagi, semua orang yang kutulis namanya bisa membuka satu
persatu A Thousand Bird Papers itu.
Untukmu,
Dari gadis di masa lalumu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar