GUNDAM SEED/DESTINY © Masatsugu Iwase, Yohiyuki Tomino, Hajime
Yatate © SUNRISE
Rin Shouta
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing :
AsuCaga
Warning :
First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 1
Prologue
Suasana sepi dan mencekam sangat terasa di dalam gua yang kutemui seminggu yang lalu. Udara malam hari terasa menusuk tulang walau aku sudah membuat api unggun dengan kayu-kayu yang kutemukan dari hutan di belakang gua. Belum lagi, cuaca sedang buruk karena sedari tadi hujan deras bercampur petir. Kutatap seorang laki-laki yang kini tengah duduk satu meter di hadapanku. “Kau, apa benar kau tentara Bumi? Kau tidak terlihat seperti memiliki identitas diri di rompimu.” Senyum mengejek tampak di wajahnya seraya berkata, “aku juga tak pernah mendengar teriakan seperti itu di perang sebelumnya.”
Geez, kenapa bisa aku
bertemu dengan laki-laki macam dia!? kesalku dalam hati.
“Lalu, bagaimana bisa
kau ada di pulau ini? Mana pasukanmu yang lain?”
“Sudah kukatakan
berulang kali, aku bukan tentara Bumi, Tuan Tentara ZAFT!” seruku sambil
menatap kedua matanya yang berwarna zamrud. Seragam pilot yang ia kenakan
membuatku tak bisa berhenti untuk terus memikirkan hal itu. Perlahan kupeluk
kedua lututku yang kutekuk untuk menghangatkan diri seraya bertanya. “Apa kau
salah satu tentara ZAFT yang menyerang Heliopolis?”
Bisa kurasakan
pandangannya tertuju padaku.
“Aku ada di sana saat
kalian menyerang Heliopolis,” lanjutku.
“Soal Heliopolis, kami
tidak pernah tahu akan terjadi seperti itu. Salahkan Morgenroute Inc. yang
diam-diam mengembangkan mobile suit untuk pihak Bumi,” katanya yang terdengar
seperti bualan untukku.
“Tapi pada
kenyataannya, kalian yang menyerang Koloni dan menghancurkannya!”
Ctar! Suara petir mengintrupsi
pembicaraan kami.
“Pada kenyataannya
juga, ORB yang membuat pabrik itu. Apa masih pantas Heliopolis yang dibuat dan
dikontrol ORB disebut Koloni ‘netral’?” sindirnya. “Kami bertempur untuk
melindungi PLANT. Bagaimana bisa kami hanya pura-pura tak melihat tanpa melakukan
apa-apa!?”
“Sama dengan Bumi! Mereka
bertempur untuk melindung Bumi! Tapi kalian menyerang Bumi dan menindas kami
juga!” kataku tak mau kalah. Ia menatapku galak, tapi aku tidak takut. Kutatap
balik matanya dengan pandangan menyala.
Untuk kebelasan
kalinya kami beradu pandang. Namun entah kenapa, ia memilih untuk mengalihkan
pandangannya. “Ibuku ada di Junius Seven saat Cosmic Era 70. Kau tahu, banyak
orang-orang yang tak berdosa tewas akibat serangan dari pihak Bumi, termasuk
anak-anak. Apa kau masih bilang padaku untuk tetap berdiam diri!?”
Perkataannya barusan
membuatku kesal. Sesak di dada yang kurasakan sejak awal bertemu dengannya kini
semakin terasa mencekik leherku. Seolah tak ada lagi pasokan udara di dalam
rongga paru-paruku. “Memang kau pikir hanya ibumu yang tewas!? Ayahku dan
teman-temanku juga tewas. Itu semua karena kalian, Coordinator! Ayahku...
Ayahku sudah berusaha sekuat tenaga menyelamatkan penduduk ORB, tapi apa!?
Kalian semua—PLANT dan Bumi—selalu haus akan kekuatan yang dimiliki ORB!”
“Kau... dari ORB?”
tanyanya tak percaya.
“Ya! Aku adalah salah
satu korban dari kerakusan kalian!”
Tiba-tiba pandanganku
mengabur karena menampung air mata yang siap keluar dari mataku.
“Bukan PLANT yang
merencanakan untuk menghancurkan ORB, tapi pihak Aliansi Bumi, OMNI.” Ia
berdiri dari posisinya lalu berjalan keluar gua. “Lalu bagaimana bisa kau
selamat dan berada di tempat ini?”
“Menurutmu?” ketusku.
Laki-laki itu tak
menyahut lagi dan memilih memperhatikan derasnya hujan malam itu.
“Apa tidak apa-apa
membiarkanku bebas tanpa tali yang mengikat kaki dan tanganku?”
Pertanyaan bodoh dengan
mudahnya keluar dari mulutku.
“Hah?” Dengan wajah
bodoh ia berbalik menatapku.
“Jika aku membohongimu
dan mengambil pistolmu seperti yang kulakukan tadi, situasi akan
menguntungkanku. Mungkin aku juga bisa mengambil mobile suit-mu itu,” ancamku
sambil melirik ke arah gundam yang kuketahui bernama GAT-X303 Aegis
Gundam.
“Hmmph, ahaha.”
Aku melotot. “Kau!
Memang ada yang lucu!?”
“Ahaha, tidak-tidak, bukan
begitu. Aku hanya berpikir, kau tidak pernah belajar.” Raut wajahnya berubah
menjadi serius walau pandangannya tidak tertuju padaku. “Jika kau coba-coba
untuk mengambil pistolku, tak ada pilihan lain selain membunuhmu. Seharusnya
kau bersyukur bisa bertahan hidup sampai sekarang.”
‘Bersyukur?’ Aku
terdiam sebentar sambil memperhatikan api.
“Tak ada gunanya lagi
sekarang aku hidup di dunia ini. Semuanya sudah kalian ambil.”
‘Ya, semuanya. Semua
yang kupunya sudah diambil oleh para coordinator.’
“Cepat sekali berubah
pikiran, eh?”
Kulirik sebentar
dirinya yang tengah tersenyum miring padaku. Mengejek, aku tahu itu.
“Hei, apa kau mau ikut
denganku?”
‘Hah? Apa katanya
tadi? Ikut?’
“Tapi aku tidak
menjamin kalau mereka mau menerimamu,” tambahnya.
‘Ahaha! Apa dia sudah
gila? Membiarkanku—musuhnya—untuk ikut dengannya ke ZAFT? Ke markasnya begitu?’
Aku tertawa pelan yang entah kenapa malah terdengar seperti tawa miris. “Huh?
Aku tidak pernah berpikir bahwa tentara ZAFT akan mengkhawatirkan hidup seorang
‘natural’ sepertiku.”
.
.
.
Dan... di sinilah aku berada. Di markas milik tentara Zodiac
Alliance of Freedom Treaty yang sering disingkat ZAFT. Kutatap telapak tanganku
yang agak bergetar setelah menguji coba sebuah mobile suit ZGMF-1017AS GINN Assault Type. Sebuah
mobile suit yang bisa dibilang ‘cukup’ kuat walau masih kalah jauh dengan
mobile suit yang dibuat oleh Morgenroute Inc. yang ada di Heliopolis dulu.
Pandanganku kembali tertuju pada robot dengan tinggi 21,43 meter tersebut.
“Bagaimana GINN-nya?” tanya seseorang padaku yang kutahu
bernama Athrun Zala.
“Bagaimana apanya? Masih jauh dari mobile suit Aegis-mu,”
ketusku.
“Heh? Seharusnya kau bersyukur bisa diijinkan untuk
mengemudikannya, tentara ilegal.”
Aku hanya diam mendengar perkataan menusuk dari Yzak Joule.
Walau begitu, aku sudah terbiasa mendengarnya sejak awal bertemu dengan
laki-laki berambut silver dan berwajah
mirip perempuan itu lima hari yang lalu. Menyakitkan tapi memang ada benarnya
karena aku diterima menjadi tentara elit—Red Uniform—dengan kemahiranku saat
menembak serta kejeniusanku di bidang mesin dan membaca gerakan lawan.
Kulihat Dearka Elsman tengah tersenyum miring. “Kau tak bisa
bersikap kurang ajar seperti itu padanya, Yzak. Dia ‘kan perempuan, lebih sopanlah sedikit padanya.”
Kuangkat sebelah alisku. “Apa salahnya seorang perempuan jadi pasukan elit seperti
kalian?”
Puk. Tiba-tiba seseorang
menepuk bahuku dari belakang.
“Dalam sejarah ZAFT, kau perempuan
pertama yang bisa masuk menjadi anggota pasukan elit,” kata Nicol Amalfi
sambil tersenyum ramah padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum balik.
Laki-laki ini memang yang paling baik dari semua anggota tim Le Crueset.
Set, set, set.
Dengan segera kupelototi seseorang yang dengan seenaknya
mengacak-acak rambut pirang pendekku. “Apa yang kau lakukan, Athrun Zala?”
desisku tidak terima pada laki-laki yang mengajakku untuk bergabung dengan ZAFT.
“Jangan terlalu bangga dengan hal itu, kemampuanmu
mengendarai mobile suit masih di bawah kami. Bisa dibilang kau masih amatiran,”
katanya dengan wajah sengaja ia dekatkan. Saat laki-laki itu berbicara, aku
hanya mencibirnya dan menganggap angin lalu. Aku tak pernah bangga dengan semua
yang kudapatkan dari ZAFT. Untuk apa bangga dengan semua pemberian yang
diberikan oleh musuh?
‘Ya, musuh. ZAFT akan
menjadi musuhku untuk selamanya, walau... aku tidak yakin dengan keputusanku
untuk bergabung dengan mereka.’
To Be Continued
NOTE : Fanfic ini asli punya saya yang pernah dipublish di FFn. Saya punya 2 pen name, yaitu Setsuko Mizuka (pairing:straight) dan Oto Ichiiyan (pairing:malexmale). ._. Bisa dibilang, Mizuka itu straight dan Ichiiyan itu diri saya yang ke arah Fujo. Masih gak ngerti? Yaudah... -_-o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar