Sabtu, 02 Mei 2015

[Gundam SEED/Destiny] Precious Rose 04

 
GUNDAM SEED/DESTINY © Masatsugu Iwase, Yohiyuki Tomino, Hajime Yatate © SUNRISE
  Rin Shouta 
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing : AsuCaga
Warning : First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 4
Friendship

Sudah lebih dari lima jam laki-laki itu tertidur setelah aku menemukannya di pesisir pantai tempat Aegis dan Strike bertempur. Aku meringis kecil begitu rasa sakit di perutku kembali terasa. “Sial...,” gumamku saat pandanganku agak membuyar. Beberapa detik kemudian, rasa sakit itu menghilang. “Aku tak tahu ledakan ‘bunuh diri’ itu membuatku terluka seperti ini,” heranku.


“Kau memang tidak sayang nyawa.”


“Huh?”


Aku agak terlonjak ke belakang saat tahu ia sudah sadarkan diri. “S-sejak kapan...?”


“Sejak kau meringis kesakitan,” jawabnya dengan nada datar yang entah kenapa membuatku merinding seketika. Kupandangi sosoknya yang tengah menatap kosong ke arah langit-langit kamar. “Kenapa kau ada di sini?” tanyanya.


“Seharusnya kau berterima kasih padaku, Kapten Zala karena aku yang menemukanmu.”


“Terima kasih.”


Alisku terangkat sebelah lalu menatap keluar jendela kamar. Dari sini aku bisa melihat dengan jelas matahari yang ingin kembali ke peraduannya. “Kenapa... kau membunuhnya?” tanyaku dengan nada hati-hati dan tanpa menatapnya.


“Siapa?”


“Strike gundam, kau membunuhnya, kan?”


“...karena dia sudah membunuh Nicol.”


Mendengar jawabannya membuatku menengok. Kulihat ia masih betah menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. “Haruskah kau membunuhnya walau ia melakukannya dengan tidak sengaja?” lirihku. Ya, aku tahu kalau sejak awal Strike hanya reflek mengayunkan pedangnya ke samping untuk melindungi dirinya sendiri dari pedang Blitz.


“Tak ada jalan lain.”


Dari nadanya yang bergetar, aku tahu ia menangis.


“Tapi kenapa aku masih hidup setelah membunuh sahabatku sendiri?”


Iris mata amber milikku melebar. “Apa? Sahabat? Kau dengan... Kira?”


“Dulu, saat kami masih tinggal di Bulan. Tapi sekarang... ia datang ke hadapanku sebagai tentara Bumi dan menjadi musuhku. Kira juga sudah membunuh Nicol! Apa kau lupa itu!?” bentaknya sambil bangkit dari posisi tidurnya. Air mata terlihat menuruni kedua pipinya.


Tangan kananku terkepal dan tanpa kupinta, air mata mulai menumpuk di kedua mataku. “Tapi apa ia harus membayar dengan hidupnya di tangan sahabatnya sendiri? Satu orang mengambil hidup orang lain untuk balas dendam dan kemudian seseorang balas dendam dengan mengambil hidup yang lainnya. Apa kedamaian akan datang jika terus seperti ini?” Dengan cepat aku menutup mulutku dengan tangan kiri. “Maaf,” lirihku sambil menunduk.


.

.

.


Aku tidak pernah menyangka bisa mengatakan hal seperti itu. Kuperhatikan lagi wajah tenang Athrun Zala yang tengah tertidur pulas dengan perban di tangan kirinya. ‘Mengambil hidup seseorang untuk balas dendan, bukankah itu yang kulakukan sekarang?’ Perlahan aku berdiri dari kursi lalu berbalik membelakangi Athrun. “Bodohnya aku. Padahal kau juga termasuk orang yang seperti itu,” gumamku seraya berjalan keluar ruangan.


Cklek.


“Kira juga sudah membunuh Nicol! Apa kau lupa itu!?”


Pada akhirnya aku hanya bisa menghela napas.


“Ada hubungan apa kau dengan pilot Strike itu?”


“Eh!?” Karena terlalu kaget akan kehadiran Yzak, reflek aku mundur beberapa langkah. “K-kau! Sejak kapan kau datang?” heranku dengan wajah yang pastinya akan membuat laki-laki itu tertawa karena terlihat bodoh.


“Jawab pertanyaanku, tentara ilegal.”


‘Tentara ilegal lagi?’ Kusilangkan kedua tanganku ke depan dada sambil bersandar pada pintu. “Aku hanya berpikir, membunuh sahabat sendiri itu tidak benar,” jawabku santai.


Kulihat ia mendengus lalu tersenyum miring. “Inilah perang. Mati adalah konsekuensinya. Mereka yang dulunya bersahabat bisa jadi musuh. Atau yang lebih parah adalah mereka yang memiliki ikatan darah namun berakhir dengan saling membunuh untuk mengetahui siapa yang terkuat di antara mereka.”


Dalam hitungan detik, kuarahkan pandangan menusuk padanya.


‘Apa dia bermaksud menyindirku atau apa? Tapi dia belum tahu yang sebenarnya, kan?’


Kuusahakan untuk menjauh dengan langkah biasa supaya Yzak tidak curiga.

To Be Continued

NOTE : Fanfic ini asli punya saya yang pernah dipublish di FFn. Saya punya 2 pen name, yaitu Setsuko Mizuka (pairing:straight) dan Oto Ichiiyan (pairing:malexmale). ._. Bisa dibilang, Mizuka itu straight dan Ichiiyan itu diri saya yang ke arah Fujo. Masih gak ngerti? Yaudah... -_-o 

Tidak ada komentar: