GUNDAM SEED/DESTINY © Masatsugu Iwase, Yohiyuki Tomino, Hajime
Yatate © SUNRISE
Rin Shouta
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing :
AsuCaga
Warning :
First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah
tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan
aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat
antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di
sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua
penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 6
Finally We Meet
Aku terus menunduk saat
di dalam pesawat yang mengantarkanku dan Athrun ke PLANT. Masih teringat dengan
jelas di benakku tentang kejadian pagi tadi. Sebelum kami pergi, kami bertemu
dengan Yzak di koridor. Dari wajah dan sorot matanya, aku tahu ia kecewa.
Kecewa dan iri karena bukan dirinya yang mendapatkan Nebula Medal itu,
melainkan Athrun.
Setelah kucari info tentangnya, aku
mendapat kesimpulan bahwa medali tersebut merupakan tanda kehormatan atas
jasanya yang ia berikan untuk PLANT. Tapi yang membuatku kepikiran adalah kenapa
tatapan itu malah tertuju padaku?
“Caggy? Tumben, hari ini banyak
diam?”
“Huh? Apa?” Aku menengok ke samping
kanan dan terdiam.
Bukan hanya aku yang terdiam, tapi
sosok laki-laki di sampingku juga tak bergerak sama sekali. Berkedip pun tidak.
Tatapan intensnya membuatku gugup seketika. Perlahan aku menunduk lalu
berpaling menatap ke arah yang lain. Tak lama kemudian, suara bisikan terdengar
di telingaku.
“Tetaplah di sisiku, Caggy.”
.
.
.
Kedua tanganku menggenggam erat
pistol revolver setelah ingat kejadian
di pesawat.
‘Apa...
maksud perkataannya tadi?’ Dengan segera kutepis ingatan itu dan fokus pada
rencana yang sudah kuatur semalam. Aku mengintip sedikit sebelum berjalan
mendekati sebuah pintu yang hanya bisa dibuka dengan kartu khusus. Di belakangku
terlihat jelas dua orang penjaga pintu sudah tergeletak dengan mata tertutup.
Kutatap pintu berlapis baja di
hadapanku sambil mengeluarkan sebuah alat yang menyerupai sebuah remot dan
sudah kurancang untuk membuka pintu ini semalam. ‘Mudah-mudahan alat ini bekerja dengan baik,’ harapku seraya
menggesek kedua kartu yang kudapat dari penjaga pintu ke atas alat buatanku.
Aku tak pernah berpikir tentang
namanya, yang pasti alat ini sangat berguna untuk membuka pintu khusus yang
hanya terbuka jika menggesek dua kartu sekaligus secara bersamaan. Setelah
kuatur nomor dan identitas dari penjaga itu, aku juga mengatur waktunya karena
alat ini juga bisa digunakan dengan pintu yang akan terbuka jika ada renggang
waktu saat menggesek kartu identitas penjaganya. Begitu selesai dengan semua
pengaturan, segera kucolokkan tali penghantar listrik ke alat penggesek kartu
identitas tersebut.
“1... 2... 3!” Kutekan tombol merah
yang ada di tengah-tengah alat buatanku itu.
Akhirnya bisa dibuka!
Dengan gerakan waspada aku masuk ke
dalamnya. Namun baru tiga kali melangkah, dua benda berukuran raksasa membuatku
terpaku. “Freedom... Justice...” Ya, kedua robot yang ingin kulenyapkan kini
sudah berada di hadapanku. Jika semua robot yang ada di dunia bisa dihancurkan,
pasti takkan terjadi seperti ini.
Perlahan kuarahkan moncong pistolku
ke kepala gundam yang kuyakini adalah Freedom.
“Lenyaplah kalian!” desisku.
“Ara, ara. Ternyata ada penyusup yang datang ke sini?”
Mendengar ada orang lain di
sekitarku membuatku menodongkan pistol ke arahnya. “Siapa!?”
Kulihat ada sepasang manusia
berjalan mendekatiku. Mataku menatap tajam ke arah gadis yang dengan santainya
terus berjalan mendekat. Ia juga tersenyum ramah padaku. ‘Sepertinya ada yang salah di sini,’ kataku dalam hati seraya
berjalan mundur perlahan.
“Tenanglah, aku takkan menangkapmu,
Caggy Yula-san,” katanya.
“Huh? Dari mana...”
Ia mengangguk sedikit. “Kau lumayan
terkenal di ZAFT, Caggy. Sebelumnya perkenalkan, namaku Lacus Clyne.”
Sekarang aku baru ingat, dia...
adalah anak dari salah satu Petinggi ZAFT, Siegel Clyne. Dengan cepat kutaruh
kembali pistolku ke tempatnya semula. “Maaf atas kelancangan saya. Saya siap
menerima hukuman dari Anda, Lacus-sama.”
Akting. Lagi-lagi aku berakting dengan sempurna, kurasa.
“Kau... gadis yang waktu itu ada di
Heliopolis, kan?”
Kudongakkan kepalaku dan menatap
laki-laki berambut coklat dan berseragam sama denganku. Deg! Jantungku berdetak cepat seperti saat itu lagi. “Kau... siapa?
Kenapa bisa pakai seragam itu?” tanyaku dengan susah payah.
Lacus tersenyum padaku. “Tenang,
Kira hanya menyamar jadi tentara ZAFT sekarang.”
“Ki...ra.” Tubuhku benar-benar
lemas di saat itu juga.
‘Akhirnya...
aku bertemu dengan kembaranku...’
Tanpa sadar, sebuah senyuman
bahagia mengembang di wajahku. “Angkat tanganmu!” Teriakan dari seseorang yang
ada di belakangku membuat napasku berhenti seraya melirik ke sumber suara.
Sekilas aku melihat Kira yang memperhatikanku dengan intens sebelum aku melirik
ke belakang. Lacus juga terlihat panik karena petugas penjaga menodongkan
pistolnya ke arahku. ‘Tenang, tenang.
Saat hitungan ketiga, kau harus berbalik dan menembaknya lalu pergi melarikan
diri,’ kataku dalam hati.
‘1...
“T-tunggu, aku bisa
menjelaskannya!” seru Lacus.
2...
“Maaf, Lacus-sama. Dia sudah melanggar aturan untuk tidak memasuki tempat ini.”
3...’ Set! DOR! Aku berhasil mengenai tangan si penjaga itu dan menjatuhkan pistolnya. Namun aku salah, bukan hanya satu tapi ada tiga penjaga. Dengan cepat aku berlari menerjang Kira dan Lacus lalu keluar ruangan. Saat aku ingin berbelok ke kiri, ternyata sudah ada satu penjaga tengah menodongkan pistol ke arahku.
Dor!
Aku menembaknya dan berhasil membuat pistolnya terjatuh.
“Hei! Tunggu!”
Mendengar suara teriakan itu, aku
langsung mengambil jalur kanan.
DOR!
DOR!
“A-a...” Keseimbangan tubuhku goyah
dalam hitungan detik ketika rasa panas dari kaki kananku menjalar ke seluruh
tubuh. Satu, tidak! Dua peluru sekaligus menancap di kakiku. ‘Aku tidak bisa mati di sini, aku harus
kabur dan mencari tempat yang aman!’ Aku berusaha untuk kabur namun... DOR! Lagi-lagi peluru menancap kaki
kananku. Senyum tipis muncul di wajahku, “setidaknya... hanya kaki kananku
yang... kena.”
Kegelapan menguasai pandanganku
setelahnya.
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar