Rin Shouta
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing :
AsuCaga
Warning :
First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah
tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan
aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat
antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di
sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua
penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 7
Death
‘Inikah akhir dari hidupku? Bahkan aku belum
berbuat apa pun untuk membalaskan dendamku untuk ORB pada ZAFT dan OMNI.’ Aku
hanya bisa menangis dalam diam saat tubuhku diseret dengan paksa menuju tempat
pengadilan tertinggi ZAFT. Luka akibat tembakan peluru yang kudapat kemarin,
belum sepenuhnya sembuh. Bahkan ketiga peluru itu masih bersarang di sana.
‘Ayah,
apa yang harus kulakukan sekarang?’
“Duduk!”
Kutatap tentara yang menyuruhku
untuk duduk di hadapan para petinggi ZAFT. Dari sepuluh petinggi ZAFT, aku tak
melihat sosok Patrick Zala dan Siegel Clyne. Mungkin hanya anak buahnya yang
akan mengadiliku. Kututup kedua mataku seraya menunduk. Sekarang aku tak bisa
memberontak karena kedua tanganku di ikat dengan borgol khusus.
“Jadi, ini dia natural yang mencoba
untuk menghancurkan gundam terbaru kita?”
“Bukan itu saja, anak ini berhasil
mencuri data tentang G.E.N.E.S.I.S.!”
“Dasar natural tak tahu terima
kasih! Sudah beruntung kau diterima di ZAFT tapi kau malah berkhianat!”
Aku hanya tersenyum lalu mendongak.
“Itu tujuanku sejak awal, para petinggi ZAFT.”
“Diam kau! Hidupmu ada di tangan
kami sekarang, lebih baik bersikap manislah pada kami supaya kami bersedia
mengulur hari eksekusi matimu.” Aku menatap sosok pria tua yang duduk tepat di
hadapanku dengan pandangan marah.
“Kata siapa hidupku ada di tangan
kalian?” tantangku dengan senyum miring.
“Kau!”
DOR!
Sebuah peluru kembali menancap di tubuhku tepat di lengan kananku.
“Sudah cukup. Sesuai perintah
Patrick-sama, kita takkan membunuh
‘monster’ ini sekarang.”
“Apa kata kalian? Aku? Monster!?”
Emosiku memuncak setelah mendengar perkataan mereka yang menyebutku sebagai
monster. “Seharusnya kalian yang berkaca! Kalianlah yang monster!” seruku. Duagh! Sebuah gagang pistol berlaras
panjang menghantam kepalaku, seketika aku tersungkur ke lantai dan menatap
tentara yang membawaku tadi. “B-brengsek...”
Pandanganku mengabur dan kegelapan
kembali menguasai indera penglihatanku.
.
.
.
Perlahan aku membuka kedua mataku
yang terasa berat. Rasa sakit dan panas menjalar ke seluruh tubuh akibat peluru
yang menancap di lengan kananku. Napasku memburu karena tak ada penerangan di
ruangan yang kutempati sekarang. Bisa kurasakan ruangan ini sangat sempit dan
tak layak untuk disebut sebagai penjara. Sesaat aku sempat mencium bau
obat-obatan di sekitarku.
Cklek,
ngiiiiit.
Aku menengok ke sumber suara dan
arah datangnya suara pintu terbuka.
“S-siapa?” tanyaku lirih.
Cklek,
krek! Senyum mengembang di wajahku begitu sadar siapa yang ada di ambang
pintu dan tengah menodongkan pistol ke arahku. Walau aku tak bisa melihatnya
dengan jelas, tapi aku tahu itu pasti... “Ternyata, aku akan m-mati di tangan
Kaptenku s-sendiri.”
“Kenapa... kau berkhianat padaku
dan ZAFT, Caggy?”
“S-seharusnya... kau sudah tahu...
semua i-ini akan terjadi, K-Kapten.”
“Kenapa, Caggy? Kenapa!? Padahal
aku...”
Aku tertawa paksa dengan sedikit
meringis karena sakit di ujung bibirku akibat hantaman dari gagang pistol tadi
kembali terasa. “Sekarang... kau tahu ‘kan aku seperti apa?” Pandanganku
kembali mengabur, “tembak aku sekarang, K-Kapten Zala. Setidaknya aku bisa
t-tenang jika kau yang menembakku.”
“...”
Hening sesaat sebelum pintu itu
tertutup kembali. “Bodoh...”
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar