Rabu, 12 Oktober 2016

Feeling of Loyality




Hei, hisashiburi desu ne~ ^^
Kali ini aku mau posting hal-hal remeh (baca:curhat) tentang perasaan loyalitas menurut pemikiranku.

Dari banyak topik, kenapa aku pilih tema ini? Jujur, ini ada kaitannya dengan kejadian dua bulan terakhir yang mengubah rencana kehidupanku di masa depan nanti.

Oke, jadi cerita (nyata) ini bermula dari informasi lab Akuntansi Dasar bahwa lab tersebut mengadakan perekrutan asisten lab baru tahun 2016. FYI, sejak akhir semester 1, aku memang berminat untuk gabung dengan mereka jadi AsLab AkDas. Apalagi setelah melihat asisten senior yang jadi tutor kelas 1EB17, Kak Sr dan Kak Dw.

Sebelum aku naik tingkat, tepatnya di pertemuan ketiga Lab AkDas semester 2 kemarin, Kak S dkk nanya. "Apa ada yang tertarik jadi tutor atau asisten di Lab AkDas?" 

Awalnya aku ragu dan malu, tapi pada akhirnya aku mengangkat tangan kanan. Dalam hati aku juga takut karena... aku merasa teman sekelasku berpikir kalau aku cocok jadi tutor, walau sering pelit (gak kasih tau) jawaban tugas LA atau LP ke mereka. Oke, itu hanya nethink-ku aja. Aku benar-benar gak tau apa yang ada di pikiran mereka. Aku...

Lalu saat info itu datang dari Kak Dn, aku pun memantabkan hati. Aku yang gak ikut apapun selama semester 2 (aku mengundurkan diri dari UKM Fotografi di akhir bulan Desember / Januari) ingin keluar dari zona aman. Aku pun melamar dan mengumpulkan datanya ke ruangan khusus para asisten lab akuntansi.

Surat lamaranku lolos penyeleksian berkas. Selanjutnya aku disuruh ikut tes tertulis, tes mengajar, dan interview tanggal 22 Agustus 2016.

Sebenarnya dari tanggal 14 - 21 Agustus, aku dan orang tuaku pulang kampung karena sudah bertahun-tahun gak ke sana. Terutama aku yang terakhir pulkam sewaktu aku masih kelas 2 SMP. Beda sama orang tuaku yang kalau gak salah, terakhir mereka pulkam sekitar 2 - 3 tahun yang lalu. Cerita lebih lanjutnya akan kuceritakan di lain waktu, tapi intinya tanggal 21 itu aku harus balik ke Jakarta supaya sampainya tanggal 22 pagi.

Sekitar jam 08.30 paginya, aku dan Bapak ke Depok untuk datang menghadiri tes-tes tersebut. Pengumuman diterima atau gaknya di hari itu juga. Jadi aku baru pulang ke rumah sekitar jam 7 malam.

Hal yang membuatku salut adalah Bapak. Bapak mau menungguku sampai selesai padahal masih capek. Aku juga capek sih, tapi aku sudah bertekad untuk memperjuangkannya. Oleh karena itu, diterimanya aku jadi AsLab AkDas merupakan nikmat-Nya yang sangat kusyukuri.

Tapi... sampai sekarang, aku masih belum bisa menjalankan kewajibanku sebagai AsLab AkDas sepenuhnya. Aku... gak bermaksud untuk menyalahkan takdir atau apapun itu, dan aku tahu dengan sangat jelas kalau sikapku ini buruk.

Aku... Aku hanya bertanya-tanya, apakah pilihanku ini salah? Maksudku, apa tidak seharusnya aku menjadi AsLab? Tapi aku gak tahu kalau begini jadinya...

Ketika training, pembagian kelas diumumkan di website Gundar. Aku pun mengecek namaku dan aku kaget dapat kelas 2EB88.

Eh? Ini typo, ya?

Memang ada kelas 2EB88?

Bukannya kelas Akuntansi gak lebih dari 30 kelas?

Aku yang dilanda kebingungan memilih menanyakan langsung ke senior, mungkin dia tahu. Mereka juga gak tahu dan bilang kalau itu typo. Ternyata besoknya aku dapat info kalau aku masuk kelas SarMag. Bisa dibilang kelas percepatan di Univ. Gundar. Bukan cuma aku, ada 3 orang lagi yang masuk kelas 2EB88 sekaligus diterima jadi AsLab. Tapi sayangnya mereka regional Depok.

Sebelumnya aku memang sudah tahu kabar kelas SarMag dari beberapa Dosen. Tapi... Ya ampun, kalau mahasiswanya disuruh daftar sendiri, aku juga gak bakal mau ikut mendaftarkan diri! Aku ingin jadi mahasiswi biasa, aktif jadi AsLab, terus lulus S1 dengan hasil yang memuaskan! Ugh, sayangnya program ini diseleksi secara otomatis dari IPK tertinggi di tiap jurusan oleh pihak Gundarnya sendiri.

Terus aku berpikir, "Bagaimana dengan AsLabnya?"

Dengar kabar kelas SarMag gak boleh ikut apapun. Tentu aku berniat menolak, namun sekali lagi aku meragu. Aku pun cerita ke J, minta pendapatnya.

"Kalau kamu dapat tawaran beasiswa lulus S2, apa kamu mau?"

Dia jawab, "Mau!"

Kami chat sampai hampir larut malam. Karena terlalu lelah dan mengantuk, aku ketiduran. Di pagi harinya, J kasih pencerahan gitu.

Intinya, "Keinginanmu ada di balik rasa takutmu".

Ya. Aku menginginkannya, tapi aku juga takut mengambilnya.

Itu yang kurasakan, bahkan sampai sekarang.

Orang tuaku sempat tidak terima karena aku bilang duluan kalau mungkin aku disuruh ke luar negeri dsb. Aku paham, mereka menolak jauh dariku, sampai Bapak bilang begini. "Orang tuamu sudah tua. Masa mau pergi jauh."

Kau tahu apa yang kurasakan?

Sakit, sesak, bingung.

Aku masuk fase break down-ku untuk kesekian kalinya.

Kalian gak paham kenapa aku bisa break down? Gampangnya, dari dalam lubuk hatiku, aku menginginkannya. Ya, aku ingin masuk kelas itu karena aku sempat ingin "membalas dendam" pada Dosen-Dosenku.

Tunggu! Maksudku, ini gak seperti yang kalian pikirkan! Aku gak bisa mengatakannya dengan jelas karena aku gak mau dibilang besar mulut dsb, tapi aku gak berniat buruk. Sungguh. Tapi intinya aku ingin mereka yang belum tahu apa-apa tentang akuntansi bisa mengerti dunia yang sudah mereka masuki. Belajar akuntansi gak sesulit atau semudah yang dibayangkan. Pasti ada suka dukanya. Pasti.

Alhamdulillah, banyak yang mendukung dan senang akan kabar ini. Termasuk orang tuaku yang mulai merestuinya. Bahkan Bapak sempat bilang di malam hari waktu aku menunggu SMS dari pihak Gundar soal diterimanya aku ke kelas itu atau gak.

"Rezeki gak akan ketukar. Kalau memang itu rezekinya Rin, pasti dapat. Udah, tidur sana."

Berkat kata-katanya, aku merasa lega.

Besok paginya baru di-SMS kalau aku benar-benar diterima di kelas SarMag angkatan 2015.

Bingung ya, kenapa aku masih gelisah gitu? Karena mereka yang dimasukin ke kelas 88 itu harus diseleksi lagi. Makanya aku ikut tes TOEFL dan wawancara. Dari 19 orang yang dimasukin kelas 2EB88, jadi tersisa 11 orang. Itu pun bertambah satu mahasiswi dari kelas reguler yang mencalonkan diri dan ikut tesnya. Tapi ternyata ada 2 orang yang gak diterima. Aku gak tahu gimana kabar mereka, yang pasti mulai sekarang aku akan sekelas dengan 8 orang lainnya di 2EB88.

PLEASE. Jangan tanya kenapa harus angka 88. -_-

Nah, sewaktu wawancara itu, Pak I selaku Penanggung jawab Kampus Simatupang aka kelas SarMag yang menjadi pewawancaranya. Salah satu hal yang Beliau tanyakan adalah "Apa yang Anda banggakan dari diri Anda?" atau semacam itu.

Aku tidak langsung menjawab. Kalau aku bilang, "Saya gak bisa menilai diri sendiri", terdengar jawaban yang gak sesuai. Lalu aku pun menjawab dengan nada yang cukup percaya diri.

"Loyalitas."

Aku tidak tahu lagi harus menjawab apa. Tapi sejauh ini aku memang percaya diri soal rasa loyalitasku sebagai anggota organisasi untuk mengerjakan sesuatu yang memang adalah kewajibanku. Sampai detik terakhir, aku akan berusaha melakukan apa yang kubisa.

Namun aku berpikir lagi kemarin. Perasaan manusia bisa berubah sewaktu-waktu. Sama halnya dengan loyalitas pada diri seseorang. Mungkin gak semua orang begini, tapi... apa salah kalau punya pikiran, "Rasa loyalitas akan memudar bahkan sampai tak bersisa jika dirinya merasa sudah tidak berguna? Atau rasa itu menghilang karena pengkhianatan? Atau... karena rasa tak ingin merepotkan orang lain?"

Ya. Itu yang rasakan sekarang.

Perasaan loyalitasku jadi AsLab... apa aku harus menyerah dan resign?

Sifatku yang selalu gak enakkan adalah masalahnya. Aku gak tahu bagaimana cara menghilangkannya karena berkat sifat inilah aku bisa tahu diri. Jujur, aku stres gara-gara kepikiran para senior di AsLab yang bilang lebih baik tidak mengambil SarMag itu. Aku jadi berpikir kalau aku menerimanya berarti aku harus resign karena aku berbeda dari mereka? Karena mereka berpikir aku tidak akan sanggup membagi waktu? Atau karena apa?

Wakaranai...

Mungkin aku terlalu negative thingking, tapi... perasaan itu benar-benar menyulitkanku. Perasaan tidak enak. Perasaan tidak dibutuhkan. Perasaan akan merepotkan mereka kalau aku masih bergabung.

Dan itu semua berkumpul hingga menghasilkan rasa takut dan gelisah.

Nakitai... Nakitai... Nakitakunai...

Ahaha! Mou, iya da yo...

Yowamushi nante... Iya da yo...

Nakimushi nante... Jibun de kirai da...

Tidak ada komentar: