Kamis, 30 Maret 2017

[Behind] A Coward Person


Hei! :') Long time no see!!
Recently my body didn't fit well. Yeah, a week ago I was sick. Flu, cough, and my body was too hot when I arrived at home on the Thursday night.


Nah, sekarang aku mau curhat aja. Sesuai judul, tema kali ini tentang sifatku yang sebenarnya pecundang. Wwwww!!

Akhir-akhir ini, gak, mungkin sejak sebulan yang lalu aku menyadarinya. Salah satu kebiasaanku yang mungkin dibilang aneh oleh orang lain, termasuk oleh kalian yang kenal denganku di dunia nyata. Aku malah menganggap ini adalah maso, wwwww!!

Jadi, aku punya kebiasaan. Jika ada sesuatu yang menarik perhatianku saat mengendarai motor, sadar tidak sadar, aku akan memelankan gas motorku. Mataku langsung fokus ke hal tersebut.

Lucunya gak jarang aku dapat suara klakson dari pengendara lain karena tiba-tiba melanin motor (atau berhenti secara mendadak). Yeah, it's my fault but I don't want something which looked interesting to me slipping away so easily in front of my eyes. In this case, just SOMETHING, not SOMEONE.

Bagaimana kalau masalah 'someone' ini diusut, tapi versiku?

Kalian lebih suka memperhatikan orang yang disuka dari jauh atau ingin terus dekat dengannya?

Maaf kalau pertanyaanku aneh, tapi ini sesuai sama tema.

Ehehe, pasti votingnya bakal seimbang deh. Tapi kalau aku sih bakal milih memperhatikan orang itu dari jauh.
Sejak kecil ketika aku mulai tertarik dengan seseorang, aku pasti memperhatikannya diam-diam, dari jauh. Ya. Dari jauh. Sekalipun dia mendekat, aku akan pura-pura tidak peduli. Tapi seringnya pertahananku itu akan runtuh kalau diajak bicara olehnya. Aku selalu berpikir dia akan bilang kalau aku ini aneh karena bicara dengan nada gugup atau salah tingkah. Atau malah terlihat takut padanya.

Makanya gak heran kalau percintaanku gak pernah mulus. #plak

Aku tahu dengan jelas kalau sikapku ini pecundang, pengecut, atau apalah itu. Ada banyak hal yang menjadi alasan atas tindakanku ini. Tapi ya aku gak akan menolak kalau dibilang "a coward person", since I don't have any encourage or confident in myself too much.

Mungkin ada, tapi... entahlah... Aku merasa ada sesuatu yang menutupinya. Mungkin karena aku orang yang pesimis dan penakut?

Ketika dipikir-pikir lagi... Ya, ini terjadi karena masa lalu yang sebenarnya sudah dua kali terjadi. Tentang percintaan sih, tapi aku berpikir kalau ini salah satu pemicunya. Satu waktu aku masih SMP, satu lagi saat SMK.

Aku pernah suka teman sekelasku dulu, waktu kelas 7 SMP. Dia lucu, pelawak di kelas. Rasa itu berlanjut sampai aku kelas 8. Awalnya sih memang pesimis bakal di-notice, tapi somehow aku sempat merasa ada chemistry atau semacamnya. Salah satu yang paliiiiing kuingat, yaitu kejadian di hari Sabtu pagi. Saat itu aku piket, sedang ngumpulin kotoran ke pengki, lalu dia datang. Aku lupa, tangan kanan atau tangan kiri, yang pasti tangan kami sempat bersentuhan saat dia lewatin aku di ambang pintu.

Haha, dia gak sadar. Tapi aku girang sendiri dalam hati. Terus aku yakin, dia tahu kalau rumahku dekat dengan rumahnya, bahkan aku tahu rumahnya!

Nonono, aku bukan stalker-ssu!!

Kasusnya beda. Ini benar-benar gak disengaja. Aku punya langganan fotocopy (sampai sekarang masih langganan kok), dan ya, kami sering ketemu di sana. Rumahnya sederetan sama fotocopy itu.

Anaknya lumayan nakal sih, tapi aku tau dia baik. Sering bantu orang tuanya. Pintar ngaji.

Sampai suatu hari, aku yang terlalu suka sama dia milih cerita ke beberapa teman yang kupercaya. Biasalah, anak SMP lagi kasmaran, gak bisa diem. :')

Gak tau kenapa, aku anggap dia sebagai cinta pertamaku. #tsah

Dan dari sinilah perlahan aku merasakan yang namanya "First love never last".

Kelas 8 SMP, bisa dibilang tahun terburuk untuk kisah percintaanku tapi jadi yang terbaik untuk prestasi yang kudapat. Seriously worth it for me.

Nah, aku kan cerita ke beberapa temanku, salah satunya si N. Ternyata N ini satu SD sama doi dan yang bikin syok adalah seminggu kemudian (kalo gak salah) aku tau kalau mereka SMS-an atau telponan. Si N sih ngomongnya doi duluan yang SMS atau nelpon. Aku biasa aja, toh mereka teman SD. Terus sekitar sebulan kemudian, N cerita (dengan nada ceria tanpa rasa bersalah atau apa) kalau doi nembak dia dan mereka pacaran.

NTR ya? Wwwwww!!

Nikung mungkin iya tapi sekarang aku mikir. Toh aku gak bertindak apa-apa dulu, aku gak boleh nyalahin N, kan? Bodohnya, aku nyalahin N. Bilang gak marah tapi sampai sekarang gak kontakan sama dia. Sempat ketemu tapi aku pilih pura-pura gak kenal.

Who is the worst one? Right, it's me.

Aku mulai move on perlahan. Di otakku cuma ada kata pertahanin nilai. Buktiin ke dia dan N kalau aku lebih unggul soal nilai dari mereka.

Hasilnya? Aku berhasil jadi rangking 1 di kelas 8 semester 2. ^^

Terus dengan naik kelas dan untungnya gak jadi sekelas sama dia lagi kayak kelas 7, aku pilih fokus untuk lulus SMP dengan nilai yang memuaskan. Memang butuh waktu yang lama, tapi semua bisa teratasi, kok. Sibukkan diri dengan hal yang berguna, bikin fanfic, nulis diary, ngerjain tugas, main sama sohib. Gitu-gitu aja sih, tapi hahaha gak bisa dipungkiri soal pepatah "hati yang patah hanya bisa diobati dengan hati juga" atau semacamnya.

He came to my world. Fill this heart and my days with his sweet words. Then he destroyed it after I've decided to accept him in front of our classmates. Even though we just spent six months together and three months later we broke up because I was tired of waiting his messages and calls. With my present, without I told him directly, I decided to broke up with him. It's up to him to accept my will or not. I didn't care again.
That problem really made me down. Jadi, bukan karena masalah bunkasai yang buat nilaiku turun, tapi yaaaaa karena patah hati juga. ^^

Sejak saat itu perhatianku benar-benar teralih ke dunia jejepangan. Aku gak mau nilaiku turun lagi. Aku udah gak peduli soal cinta-cintaan. Aku berpikir, aku gak mau jatuh cinta lagi. Tapi sekali lagi aku salah.

Seperti kata Gitanya Cinta dan Rahasia.

Bertemu denganmu adalah takdir. Menjadi sahabatmu adalah pilihanku. Tapi jatuh cinta padamu, itu di luar kehendakku.

Aku merasakannya lagi. Awalnya aku menyangkal, tapi tindakanmu mengatakan hal sebaliknya. Aku terus menyangkal sampai akhirnya lelah sendiri lalu mengakuinya. Namun tindakanku seolah bilang padamu kalau aku menolakmu karena aku malah memberi jarak. Padahal... aku mulai menaruh perhatian padamu, tahu.

Hanya saja, aku ini pengecut. Pemalu. Tidak mau kau tahu soal perasaanku.

Aku bersikap tsundere (sampai sekarang pun iya). Marah padamu, tapi di satu sisi aku ingin menarik perhatianmu. Dalam hati sebenarnya juga optimis kalau kau merasakan hal yang sama, bahkan lebih dulu. Maksudku, sikapmu itu memang benar-benar mengatakan kalau kau memang menyukaiku.

Namun lagi-lagi aku salah. Aku termakan halusinasiku sendiri. Aku merasa rasa itu tak pernah ada di hatimu sejak awal.

Karena... aku merasa kau mendekatiku dulu supaya bisa dekat dengannya.

Aku gelap mata soal itu dan baru menyadarinya setelah dua tahun berlalu. Setelah aku tahu semua yang terjadi. Setelah dia cerita padaku.

Kali ini aku benar-benar menyalahkan diriku sendiri.

Bukan. Bukan karena aku tak berusaha. Bukan.

Tapi karena aku terlalu memikirkan diriku sendiri sampai tak sadar kalau dialah yang kau suka. Aku juga bodoh karena terus menyangkal tiap kali melihat kalian bersama. Kalian cocok. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan tapi aku berpikir kalau mungkin akulah yang menciptakan kesempatan-kesempatan itu. Tapi aku mengelak. Kau yang menciptakannya sendiri, bukan aku. Itu inisiatifmu sendiri dan aku pun jadi berpikiran hal buruk tentangmu dalam sekejap. Kalau kau sudah merencanakan untuk menggunakanku, tapi aku berpikir lagi, "Benarkah?"

Kau bukan orang jahat. Aku tahu itu dengan benar. Aku pun menutup mata.

Ah, patah hati lagi.

Lalu dia datang.

Aku tidak mau cerita soal dia. Ceritaku dan dia belum benar-benar selesai, kurasa. Jika sudah selesai, aku akan cerita. Entah berakhir baik atau buruk. Membayangkannya saja buat aku takut. Aku bukannya lebay tapi setelah semua yang terjadi...

Yang pasti, aku masih tidak tahu diriku yang menjadi pecundang ini akan menghilang nantinya atau tidak. Kalau ditanya suka atau tidak, tentu saja aku tidak suka.

Aku ingin jadi pemberani.

Aku ingin bisa mengambil keputusan dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Aku ingin jadi seseorang yang cukup berani untuk bisa mempertanggung jawabkan segala yang sudah dipilihnya.

Just... Okay, I've enough for this chit-chat. :')
Bye bye!
CHAU!

Tidak ada komentar: