Tugas Soft Skill : Perekonomian Indonesia
BAB 2
Sejarah Ekonomi Indonesia
- Sejarah Pra Kolonialisme
- Sistem Monopoli VOC
- Sistem Tanam Paksa
- Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
- Era Pendudukan Jepang
- Cita-Cita Ekonomi Merdeka
- Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan
1.
Sejarah Pra Kolonialisme
Sejarah ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tentang cara fenomena ekonomi berubah dilihat dari sudut pandang
historisnya. Analisis dalam sejarah ekonomi dilakukan menggunakan gabungan
metode sejarah, metode statistik dan teori ekonomi terapan sampai peristiwa
bersejarah. Topik ini meliputi sejarah bisnis, sejarah keuangan dan mencakup
bidang sejarah sosial seperti sejarah kependudukan dan sejarah buruh. Sejarah
ekonomi kuantitatif (ekonometrik) juga disebut sebagai kliometrik.
Pada era pra kolonial, yaitu era
dimana bangsa asing belum masuk ke Indonesia. Terutama bangsa Eropa yang
bertujuan memperluas kekuasaan mereka atau untuk menjadi bangsa penjajah di
Idonesia. Pada era ini kita adalah jamannya kejayaan kerajaan-kerajaan di
Indonesia. Termasuk masa berkembangnya agama Hindu dan Budha sebagai agama yang
pertama kali dikenal di Indonesia. Sehingga adat budaya Hindu-Budha masih dapat
kita lihat hingga kini terutama dari bangunan-bangunan bersejarah pada masa
itu. Di antaranya berbagai prasasati dan candi yang merupakan hasil budaya
masyarakat Indonesia.
Dimulailah sejarah Indonesia
mengenai penyebaran ajaran Hindu-Budha serta beberapa kerajaan bercorak Hindu-Budha
yang sempat berjaya membuat nama mereka sekaligus raja-raja dan para tokohnya
terkenal di seluruh nusantara. Ini berlangsung mulai abad ke-4 hingga abad
ke-15. Tepatnya dimulai dari masa kejayaan kerajaan Kutai hingga Kerajaan
Malayapura.
Setelah masa itu, perdagangan
dunia mulai berkembang seiring dengan ditemukannya Indonesia oleh berbagai
bangsa lain dari berbagai belahan dunia. Pada abad ke-12, mulailah berdatangan
para pedagang atau yang lebih dikenal dengan sebutan para Guzarat dari Timur
Tengah. Terutama para pedagang berkebangsaan Arab Saudi yang beragama Islam.
Dari mereka inilah cikal bakal penyebaran dan berkembangnya agama Islam di
Indonesia. Hingga akhirnya agama ini kini masih menjadi agama mayoritas di
Indonesia.
Adanya interaksi antara para
pedagang dengan orang Indonesia asli untuk berbisnis lama kelamaan berkembang
menjadi akulturasi budaya. Tidak sedikit bangsa Arab menikahi orang Indonesia
dan menetap di Indonesia. Tidak sedikit pula orang Indonesia yang masuk Islam.
Maka kita kenal adanya Wali Songo yang merupakan orang Indonesia asli yang
memiliki ilmu mengenai agama Islam yang kental. Mereka menjadi penyebar agama
Islam di seluruh Nusantara. Terutama di Pulau Jawa dengan berbagai cara yang
unik.
Perlahan namun pasti kita juga
mulai mengenal gaung dari kerajaan-kerajaan Islam yang juga sempat mengalamami
masa kejayaaan. Kita mengenal kesultanan Samudera Pasai, Demak, Banten, dan lain-lain.
Sebagai kerajaan yang bercorak budaya Islam yang kental. Begitu pun para tokoh
Islam yang terdapat di dalamnya yang cukup berpengaruh dalam perkembangan Islam
di Indonesia.
Prasasti pada batu nisan menunjukkan
bahwa pada awal abad ke-13 terdapat sebuah kerajaan Islam di bagian utara
Sumatera disebut dengan Pasai atau Samudera. Kerajaan ini dianggap sebagai
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15
pengaruh kerajaan Majapahit di Indonesia mulai menurun karena konflik dan
meningkatnya kerjaan Islam. Senah perdagangan baru, Malaka merupakan salah satu
kekuatan baru, kekuatan ini berasal dari pesisir Malaysia. Negara ini menjadi
pelabuhan sukses dengan fasilitas menguntungkan dalam jaringan perdagangan luas
yang membentang dari Cina dan Maluku di ujung timur Afrika dan Mediterania di
ujung barat. Historis antara perdagangan dan Islam juga terlihat dalam
perkembangan di beberapa pulau di Indonesia. Cerita tentang Kejayaan Malaka telah
mencapai Eropa dan menggoda bangsa Portugis yang memiliki teknologi navigasi
maju, untuk berlayar ke bagian dunia ini agar bisa memiliki pengaruh lebih
besar pada jaringan perdagangan rempah-rempah dunia. Dan di sini awal mula era
Kolonialisme.
2.
Sistem Monopoli VOC
Kongsi Dagang atau Perusahaan
Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang
didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda
yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia
Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan
Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama
di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem
pembagian saham.
VOC memiliki enam bagian (Kamers)
di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn, dan
Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII
Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan
proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Tujuan utama VOC adalah
mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal
ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang
non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.
Hasil pelayaran bangsa Belanda
pada mulanya hanya mendatangkan kerugian, karena di antara para pedagang mereka
sendiri senantiasa satu sama lain saling bersaing dan hanya bertujuan untuk
mencari untung masing-masing. Pemerintah Belanda segera turun tangan dan
membasmi segala pertentangan atau perebutan yang terjadi dengan jalan membentuk
suatu persatuan atau penggabungan diantara kongsi dagang yang ada. Demikian
pada tahun 1602, berdirilah di negeri Belanda persatuan kongsi dagang yang
diberi nama V.O.C singkatan dari Verenigde
Oost Indische Compagnie. Persatuan kongsi tersebut dari pemerintah Belanda
memperoleh berbagai hak seperti boleh bertindak atas nama pemerintah Belanda
dengan segala kekuasaan seolah-olah bagaikan suatu pemerintahan yang
berdaulat penuh atas daerah-daerah yang dapat dikuasai antara Tanjung Harapan
dan Selat Magelhaen. Dalam hubungan ini V.O.C selaku kongsi dagang besar sudah
tentu akan menjalankan hak perniagaan tunggalnya (monopoli) di Indonesia yang
tiada lain dimaksudkan untuk mencegah timbulnya persaingan.
Adapun langkah-langkah untuk
mencoba mempertahankan hak dagang tunggal itu antara lain:
a. Harus
dapat mengusir orang-orang Portugis dari perairan Indonesia
b. Harus
dapat menguasai raja-raja di Indonesia.
Untuk dapat melaksanakan kedua
maksud itu, VOC mendirikan loji-loji seperti di Banten, Jakarta dan Hitu
(Ambon). Ketiga tempat itu letaknya sangat strategis sehingga dapat dijadikan
basis untuk menyusun kekuatan dalam melaksanakan siasatnya. Karena itu pulalah
maka pengaruh VOC atas penduduk pribumi tampak sangat besar di kedua bagian
dari kepulauan Indonesia yakni di Jawa dan Maluku.
Aturan monopoli VOC, yaitu:
a. Rakyat
Maluku hanya boleh menanam rempah-rempah atas izin VOC.
b. Luas
wilayah perkebunan dibatasi oleh VOC.
c. Harga
jual ditentukan VOC.
d. Tempat
menanam rempah-rempah ditentukan VOC.
Aturan monopoli VOC yang paling
terkenal pada masa itu adalah Verplichte
Leverantie, yaitu penyerahan wajib hasil panen cengkeh dan rempah-rempah
lainnya kepada VOC dengan harga yang telah ditentukan.
Strategi-strategi VOC dalam menjalankan
monopoli, yakni:
a. Ekstirpasi.
b. Pelayaran
Hongi.
Dampak kebijakan VOC terhadap perekonomian
Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Tumbuhnya
kota-kota dagang, seperti Banten, Batavia, dan Padang.
b. Eksploitasi
kekayaan alam yang berlebihan.
c. Hancurnya
pusat-pusat dan jalur-jalur perdagangan kerajaan Islam di Nusantara.
d. Tumbuhnya
perkebunan-perkebunan di Indonesia.
VOC benar-benar mengeksploitasi
kekayaan alam Indonesia. Hal ini dikarenakan sumber utama pendapatan mereka
adalah dengan menjual rempah-rempah serta komoditi lainnya yang berasal dari
Indonesia. VOC benar-benar menggantungkan keadaan perusahaannya kepada para
petani dan hasil panen rempah-rempah di Indonesia. Hal ini dikarenakan komoditi
utama yang diperdagangkan oleh VOC yaitu kain, tidak laku di Indonesia. Kain
yang dijual VOC, tidak mampu dibeli oleh rakyat Indonesia, karena kemiskinan
yang dialami oleh rakyat Indonesia, sehingga daya beli mereka rendah.
3.
Sistem Tanam Paksa
Sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) adalah peraturan yang
dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 meniru
gaya pemerintahan Deandles dan Raffles dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja
penduduk pribumi, yang mewajibkan setiap desa menyisishkan sebagian tanahnya
(20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila).
Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah colonial dengan harga yang
sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Latar belakang yang menyebabkan
timbulnya sistem tanam paksa terjadi awal abab 19, pemerintah belnada
mengeluakan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri
Belanda sendiri (Pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan
Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebangkrutan Johannes Van Den
Bosch menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisis kekosongan kas Negara
dengan cara peningkatan produksi tanaman ekspor melalui tanam paksa.
Ketentuan – ketentuan yang
diterapkan oleh Van Den Bosch sebagai berikut :
a. Para
petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya utuk
ditanami tanaman perdagngan yang sudah ditentukan.
b. Bagian
tanah yang digunakan untuk menanan tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran
pajak.
c. Hasil
dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah
Belanda. Setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan
kembali sisanya.
d. Tenaga
dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan
waktu dalam menanam padi.
e. Kegagalan
panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah.
f. Bagi
mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya
di perkebunan milik pemerintah.
g. Penggarapan
tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai
Belanda secara umum mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutannya.
Namun dalam perjalanan sistem
tanam paksa banyak sekali penyimpangan ketentuan yang terjadi seperti:
a. Sawah
dan lading petani terbengkalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman
tanaman wajib.
b. Rakyat
yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu dari waktu yang
ditentukan.
c. Luas
lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
d. Lahan
yang disediakan untuk penanaman tanamana wajib tetap dikenakan pajak tanan.
e. Kelebihan
hasil panen dan jumlah pajak yang dibayarkan tidak dikembalikan.
f. Kegagalan
panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab petani.
Semua penyimpangan dalam
pelaksanaan tanam paksa telah mengakibatkan penderitaan yang sangat besar bagi
rakyat Indonesia (khususnya Pulau Jawa), yaitu:
a. Sawah
ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja terus menerus sehingga
penghasilan menurun drastis.
b. Beban
rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi dan menanggung resiko apabila
terjadi kegagalan panen.
c. Timbulnya
tekanan fisik dan psikis yang bekepanjangan.
d. Timbulnya
bahaya kemiskinan yang semakin berat
e. Timbulnya
bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana – mana sehingga angka kematian
meningkat drastis.
Bahaya kelaparan menimbulkan
korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan
Grobogan (1850). Kejadian mengakibatkan jumlah penduduk menurun dratis. Selain
itu juga terjdi penyakit busung kapar (hongorudium) dimana-mana.
Reaksi dan Tentangan dari berbagai
pihak dengan mengadakan pelawanan, seperti yang dilakukan petani tebu di
pasuruan 1833. Bahkan orang Belanda sendiri juga banyak yang menentang sistem
tanam paksa tersebut. Hingga akhirnya sistem tanam paksa itu ditiadakan.
4.
Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
Dalam setiap kegiatan ekonomi
pasti ada perusahaan-perusahaan yang saling berebut mendapatkan laba
sebanyak-banyaknya. Setiap perusahaan akan melakukan persaingan baik secara
sehat maupun ada yang tidak sehat. Dalam hal seperti ini peranpemerintah
terutama lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan persaingan
antar perusahaan. Karena terkadang timbul pikiran yang tidak baik demi mencapai
laba maksimum.
Usaha-usaha dalam melakukan
pengendalian, yakni:
a. Memberikan
sosialisasi dari pemerintah, mendapatkan keuntungan dengan cara sehat.
b. Menjalin
kerja sama yang baik antar perusahaan.
c. Menghindari
hal-hal yang curang dan berdampak tidak baik bagi keuangan perusahaan.
Tidak hanya pemerintah saja yang melakukan
pengendalian, namun dari perusahaan itu sendiri juga melakukan pengawasan dan
pengendalian kepada para karyawannya melalui peran manager. Contohnya Indonesia
yang sistem ekonominya dilakukan pengendalian terhadap persaingan yang ketat
dalam mendapatkan kepercayaan pelanggan dan mencapai laba maksimum. Apalagi di
saat ekonomi Indonesia sedang tidak stabil perlu dilakukan pengedalian.
Sistem ekonomi Indonesia atau
sistem persaingan terkendali memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Bukan
kapitalis dan bukan sosialis. Indonesia mengakui kepemilikan individu terhadap
sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 1945.
b. Pengakuan
terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar
badan usaha untuk mencari keuntungan. Tapi pemerintah juga mengatur bidang
pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.
c. Pengakuan
terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha
dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum
perburuhan.
d. Pengelolaan
ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam
perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu
meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.
Keuntungan sistem ekonomi
kapitalis liberal, yaitu:
a. Menumbuhkan
inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak
perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
b. Setiap
individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
c. Timbul
persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
d. Mengahsilkan
barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar
masyarakat.
e. Efisiensi
dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari
keuntungan.
Kelemahan sistem ekonomi kapitalis
liberal, yaitu:
a. Terjadinya
persaingan bebas yang tidak sehat.
b. Masyarakat
yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
c. Banyak
terjadinya monopoli masyarakat.
d. Banyak
terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh
individu.
e. Pemerataan
pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi dalam ekonomi kapitalis
liberal, yakni:
a. Hak
kepemilikan.
b. Keuntungan.
c. Konsumerisme.
d. Kompetisi.
e. Harga.
Karakteristik dalam sistem ekonomi
kapitalis liberal adalah sebagai berikut.
a. Faktor-faktor
produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki atau dikuasai
oleh pihak swata.
b. Pengambilan
keputusan ekonomi bersifat Desentralisai, diserahkan kepada pemilik faktor
produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yan berlaku.
c. Rangsangan
insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi dalam sebagai
sarana memotivasi para pelaku ekonomi.
5.
Era Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di
Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945
seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas
nama bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia
II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga
dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di
bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima
bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.
Pasukan Belanda yang terakhir
dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di
Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status
sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Dampak positif kependudukan Jepang,
yaitu:
a. Diperbolehkannya
bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan
bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
b. Jepang
mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat
nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya
perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
c. Untuk
mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional
Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar Soekarno mau membantu Jepang
memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para
pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin
rakyatnya.
d. Dalam
bidang ekonomi didirikannya kumyai, yaitu
koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
e. Mendirikan
sekolah-sekolah, seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA.
f. Pembentukan
strata masyarakat hingga tingkat paling bawah, yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi.
g. Diperkenalkan
suatu sistem baru bagi pertanian, yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien)
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
h. Dibentuknya
BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah
ide Pancasila.
i. Jepang
dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi
kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal
untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya
pemerintah kolonial Belanda.
j. Dalam
pendidikan dikenalkannya sistem Nippon-sentris dan diperkenalkannya
kegiatan upacara dalam sekolah.
Dampak negatif kependudukan Jepang
adalah sebagai berikut.
a. Penghapusan
semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang
sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
sosial, ekonomi, dan kesejahteraan warga.
b. Romusha,
mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam
kondisi yang tidak manusiawi.
c. Eksploitasi
segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan
perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang
sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
d. Krisis
ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetakannya uang pendudukan secara
besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
e. Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri)
yang menyebabkan terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
f. Kebijakan
fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di
kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas
melanggar hak asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum
mati siapa saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang
tanpa proses pengadilan.
g. Pembatasan
pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya di bawah pengawasan
Jepang.
h. Terjadinya
kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya perampokan,
pemerkosaan dan lain-lain.
i. Pelarangan
terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan
yang lebih tinggi terasa mustahil.
j. Banyak
guru yang dipekerjakan sebagai pejabat pada masa itu sehingga menyebabkan
kemunduran standar pendidikan secara tajam.
6.
Cita-Cita Ekonomi Merdeka
Perekonomian global sedang anjlok.
Namun, pada saat bersamaan, perekonomian Indonesia justru tumbuh. Memasuki
tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6,5 persen. Lalu, juga
pada tahun 2013 mendatang, PDB Indonesia diperkirakan 1 Triliun
USD. Gara-gara angka-angka tersebut, banyak orang terkesima dengan
performa ekonomi Indonesia. Banyak yang mengira, dengan pertumbuhan ekonomi
sepesat itu, bangsa Indonesia sudah sejahtera. Lembaga rentenir Internasional,
IMF (Dana Moneter Internasional), turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan
itu. Namun, fakta lain juga sangat mencengankan. Indeks Gini, yang
mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat pesat dalam beberapa tahun
terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat kesenjangan
ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal, pada tahun 2005, gini rasio Indonesia
masih 0,33. Data lain juga menunjukkan, kekayaan 40 orang terkaya Indonesia
mencapai Rp680 Triliun (71,3 miliar USD) atau setara dengan 10,33% PDB. Konon,
nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu setara dengan kekayaan 60% penduduk atau
140 juta orang. Data lain menyebutkan, 50 persen kekayaan ekonomi Indonesia
hanya dikuasai oleh 50 orang.
Ringkas cerita, pertumbuhan
ekonomi yang spektakuler itu tidak mencerminkan kesejahteraan rakyat. Yang
terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi hanya dinikmati segelintir
orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset dan akses terhadap sumber
daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga negara makin makmur,
sementara 99% warga negara hidup pas-pasan. Akhirnya, kita patut bertanya,
apakah pembangunan ekonomi semacam itu yang menjadi cita-cita kita berbangsa?
Silahkan memeriksa cita-cita perekonomian kita ketika para pendiri bangsa
sedang merancang berdirinya negara Republik Indonesia ini.
Bung Hatta pernah berkata, “dalam suatu
Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya kaya dan tanahnya subur, semestinya
tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta, Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika
mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat. “Kemerdekaan nasional tidak ada
artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk sebagai biduanda dari kapital
asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta di New York, AS, tahun 1960).
Karena itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian
merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar
cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial
dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Artinya, dengan penjelasan di atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak
menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan
kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat.
Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
Supaya cita-cita perekonomian itu
tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat
memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan
demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik
perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Namun, sejak orde baru
hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran
negara sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde
baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui
kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi
ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh
lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita perekonomian
sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa
ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya
dominasi kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan
kecanduan mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan
ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik.
Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan
jaminan sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara
lain.
7.
Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan
7.1. Masa Orde Lama
7.1.1.
Masa
Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada
masa awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi yang disebabkan oleh beredarnya
lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada Oktober 1946 pemerintah
RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Namun adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar
negeri mengakibatkan kekosongan kas negara.
Dalam menghadapi krisis
ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh berbagai kegiatan, di antaranya:
a. Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir.
Soerachman dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BPKNIP) mengadakan pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu
40 tahun.
b. Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade
Coorporation (BTC) berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan
Ciberon yang mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh
angkatan laut Belanda.
c. Konferensi Ekonomi, konferensi yang
membahas mengenai peningkatan hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan,
sandang, serta status dan administrasi perkebunan asing.
d. Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan),
memberikan anjuran memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah
penyembelihan hewan-hewan yang membantu dalam pertanian, menanami tanah
terlantar di Sumatra, dan mengadakan transmigrasi.
e. Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan
Ekonomi Nasional, mengaktifkan dan mengajak partisipasi swasta dalam upaya
menegakkan ekonomi pada awal kemerdekaan.
f. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank
Negara Indonesia.
g. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng
Group).
h. Sistem Ekonomi Ali-Baba.
7.1.2.
Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Perekonomian diserahkan
sepenuhnya pada pasar, padahal pengusaha pribumi masih belum mampu bersaing
dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasinya antara lain:
a. Gunting Syarifuddin, pemotongan nilai
uang untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b. Program Benteng (Kabinet Natsir), menumbuhkan
wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
c. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB,
termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
7.1.3.
Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat Dekrit Presiden 5
Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segalanya diatur pemerintah).
Namun lagi-lagi sistem ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
Akibatnya adalah :
a. Devaluasi
menurunkan nilai uang dan semua simpanan di bank di atas 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin.
c. Kegagalan
dalam berbagai tindakan moneter.
7.2.
Masa Orde Baru
Pada awal orde baru, stabilitas
ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorintasi
pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam
sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan
pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka
dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi
pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur
tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin
dalam 8 jalur pemerataan: kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian
pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan
generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan
dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara
periodik lima tahunan yang disebut Pelita.
Hasilnya, pada tahun 1984
Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan
penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventif cek untuk menekan jumlah
kelahiran lewat KB.
Namun dampak negatifnya adalah
kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam,
perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri.
Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat
korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan
ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil.
Sehingga meskipun berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional
sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari
ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga
meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan
menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
7.3.
Masa Orde Reformasi
Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan
presiden BJ.Habibie. Namun belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup
signifikan dikarenakan masih adanya persoalan-persoalan fundamental yang
ditinggalkan pada masa orde baru. Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara
mengendalikan stabilitas politik. Sampai pada masa kepemimipinan presiden
Abdurrahman Wahit, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang masa kepemimpinan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun masalah-masalah yang diwariskan dari masa
orde baru masih belum dapat diselesaikan secara sepenuhnya. Bisa dilihat dengan
masih adanya KKN, inflasi, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, dan melemahnya
nilai tukar rupiah yang menjadi masalah polemik bagi perekonomian Indonesia.
7.3.1.
Masa
Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah yang mendesak untuk
dipecahkan adalalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan yang
dilakukan untuk mengatasi persoalan ekonomi, yaitu:
a. Meminta
penundaan utang sebesar US$ 5,8 Milyar pada pertemuan paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pemabayaran utang luar negri sebesar 116,3 Trilliun.
b. Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi, yaitu menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Penjaualan tersebut
berhasil menaikan partumbuhan ekonomi Indonesia menajadi 4,1%. Namun kebijakan
ini menimbulkan kontroversi, yakni BUMN yang diprivatisasikan dijual pada
perusahaan asing.
7.3.2.
Masa
kepemimpinan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama
Presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, yang dilatarbelakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyrakat. Kemudian muncul pula kebijakan kontroversial yang
kedua yakni BLT bantuan langsung tunai bagi masyarakat miskin. Namun kebanyakan
BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagaiannya juga banyak
menimbulkan masalah sosial. Kebijkan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur summit pada bulan 2006
lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Dengan
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapakan jumlah kesempatan
kerja juga akan bertambah. Pada pertengahan bulan oktober 2006 Indonesia
melunasi seluruh sisa hutang pada IMF sebesar 3,2 Miliar dolar AS. Harapan
kedepannya adalah Indonesia tidak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negeri.
7.3.3.
Sistem
Perekonomian Indonesia Saat Ini
Sebagian orang berpendapat bahwa
sistem yang digunakan sekarang lebih condong ke barat atau disebut sistem
ekonomi liberal/kapitalis, sistem yang membebaskan segala macam bentuk kegiatan
ekonomi. Pemerintah tak ada urusan dengan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat.
Mereka semua mendapat hak yang sama untuk berkreatifitas tak ada larangan.
Intinya adalah sistem ini semua bebas melakukan apa saja sehingga tak
mengherankan kaum pemodal atau kapital menjadi kaum yang super power pada
sistem ekonomi sehingga membuat yang miskin semakin miskin, eksploitasi
besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial, itulah yang
terjadi pada perekonomian Indonesia. Sistem ekonomi liberal atau kapitalis yang
tidak lama lagi akan menuju neo-liberal. Indikasi sistem perekonomian Indonesia
diarahkan untuk mengikuti mekanisme pasar disamping dominasi kekuatan korporasi
swasta yang semakin menguat. Sistem neo-liberal ini semakin subur manakala bola
salju globalisasi semakin memasuki berbagai sendi-sendi kehidupan. Semula
globalisasi masih terkait dengan bidang informasi dan komunikasi, namun bola
salju globalisasi semakin membesar dan menggulung bidang lainnya termasuk
sektor ekonomi,politik. Contohnya saja Harga BBM sudah didesak agar secara
bertahap mengikuti harga internasional. Di Indonesia sendiri dapat dihitung
para konglomerat yang menguasai perekonomian, itu hanya ada segelintir orang
saja. Kondisi ini terjadi sebagai konsekuesi kita menganut sistem kapitalis.
Sebenarnya sistem inilah yang dijalan kan di Indonesia walaupun pemerintah
tidak mengakuinya secara terbuka.
Masuknya Sistem tersebut
dapat kita lihat dari beberapa Indikator, yaitu:
a. Dihapusnya
berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap, sehingga harga barang barang
strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
b. Nilai
Kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap, sehingga besar kecilnya kurs
rupiah akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
c. Perusahaan
BUMN mulai beralih ke pihak swasta, sehingga peran pemerintah semakin berkurang.
d. Keikutsertaan
bangsa Indonesai dalam kancah WTO dan perjanjian GATT yang semakin menunjukan
komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
Dampak positif yang di timbulkan
dari sistem kapitalis ini, yaitu dari aspek permodalan, kita dapat dengan mudah
mendapatkan modal dengan cepat dari investor asing sedangkan dampak negatif
dari sistem ini banyak terjadi masalah-masalah seperti pengangguran,
kemiskinan, krisis ekonomi dan hutang luar negeri yang tinggi.
~ Sekian ~
Sumber :
Catatan
Author :
Terima kasih banyak atas semua
sumber yang telah memberikan berbagai macam informasi, sehingga saya bisa
membuat artikel ini. Sekali lagi, terima kasih banyak. :”D
1 komentar:
Posting Komentar