Sabtu, 16 April 2016

[Tugas] Sejarah Ekonomi Indonesia

Tugas Soft Skill : Perekonomian Indonesia




BAB 2
Sejarah Ekonomi Indonesia
  1. Sejarah Pra Kolonialisme
  2. Sistem Monopoli VOC
  3. Sistem Tanam Paksa
  4. Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
  5. Era Pendudukan Jepang
  6. Cita-Cita Ekonomi Merdeka
  7. Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan










1.       Sejarah Pra Kolonialisme
     Sejarah ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara fenomena ekonomi berubah dilihat dari sudut pandang historisnya. Analisis dalam sejarah ekonomi dilakukan menggunakan gabungan metode sejarah, metode statistik dan teori ekonomi terapan sampai peristiwa bersejarah. Topik ini meliputi sejarah bisnis, sejarah keuangan dan mencakup bidang sejarah sosial seperti sejarah kependudukan dan sejarah buruh. Sejarah ekonomi kuantitatif (ekonometrik) juga disebut sebagai kliometrik.
        Pada era pra kolonial, yaitu era dimana bangsa asing belum masuk ke Indonesia. Terutama bangsa Eropa yang bertujuan memperluas kekuasaan mereka atau untuk menjadi bangsa penjajah di Idonesia. Pada era ini kita adalah jamannya kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Termasuk masa berkembangnya agama Hindu dan Budha sebagai agama yang pertama kali dikenal di Indonesia. Sehingga adat budaya Hindu-Budha masih dapat kita lihat hingga kini terutama dari bangunan-bangunan bersejarah pada masa itu. Di antaranya berbagai prasasati dan candi yang merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia.
     Dimulailah sejarah Indonesia mengenai penyebaran ajaran Hindu-Budha serta beberapa kerajaan bercorak Hindu-Budha yang sempat berjaya membuat nama mereka sekaligus raja-raja dan para tokohnya terkenal di seluruh nusantara. Ini berlangsung mulai abad ke-4 hingga abad ke-15. Tepatnya dimulai dari masa kejayaan kerajaan Kutai hingga Kerajaan Malayapura.
      Setelah masa itu, perdagangan dunia mulai berkembang seiring dengan ditemukannya Indonesia oleh berbagai bangsa lain dari berbagai belahan dunia. Pada abad ke-12, mulailah berdatangan para pedagang atau yang lebih dikenal dengan sebutan para Guzarat dari Timur Tengah. Terutama para pedagang berkebangsaan Arab Saudi yang beragama Islam. Dari mereka inilah cikal bakal penyebaran dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Hingga akhirnya agama ini kini masih menjadi agama mayoritas di Indonesia.
        Adanya interaksi antara para pedagang dengan orang Indonesia asli untuk berbisnis lama kelamaan berkembang menjadi akulturasi budaya. Tidak sedikit bangsa Arab menikahi orang Indonesia dan menetap di Indonesia. Tidak sedikit pula orang Indonesia yang masuk Islam. Maka kita kenal adanya Wali Songo yang merupakan orang Indonesia asli yang memiliki ilmu mengenai agama Islam yang kental. Mereka menjadi penyebar agama Islam di seluruh Nusantara. Terutama di Pulau Jawa dengan berbagai cara yang unik.
       Perlahan namun pasti kita juga mulai mengenal gaung dari kerajaan-kerajaan Islam yang juga sempat mengalamami masa kejayaaan. Kita mengenal kesultanan Samudera Pasai, Demak, Banten, dan lain-lain. Sebagai kerajaan yang bercorak budaya Islam yang kental. Begitu pun para tokoh Islam yang terdapat di dalamnya yang cukup berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia.
        Prasasti pada batu nisan menunjukkan bahwa pada awal abad ke-13 terdapat sebuah kerajaan Islam di bagian utara Sumatera disebut dengan Pasai atau Samudera. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 pengaruh kerajaan Majapahit di Indonesia mulai menurun karena konflik dan meningkatnya kerjaan Islam. Senah perdagangan baru, Malaka merupakan salah satu kekuatan baru, kekuatan ini berasal dari pesisir Malaysia. Negara ini menjadi pelabuhan sukses dengan fasilitas menguntungkan dalam jaringan perdagangan luas yang membentang dari Cina dan Maluku di ujung timur Afrika dan Mediterania di ujung barat. Historis antara perdagangan dan Islam juga terlihat dalam perkembangan di beberapa pulau di Indonesia. Cerita tentang Kejayaan Malaka telah mencapai Eropa dan menggoda bangsa Portugis yang memiliki teknologi navigasi maju, untuk berlayar ke bagian dunia ini agar bisa memiliki pengaruh lebih besar pada jaringan perdagangan rempah-rempah dunia. Dan di sini awal mula era Kolonialisme.

2.       Sistem Monopoli VOC
       Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
       VOC memiliki enam bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn, dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
        Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.
        Hasil pelayaran bangsa Belanda pada mulanya hanya mendatangkan kerugian, karena di antara para pedagang mereka sendiri senantiasa satu sama lain saling bersaing dan hanya bertujuan untuk mencari untung masing-masing. Pemerintah Belanda segera turun tangan dan membasmi segala pertentangan atau perebutan yang terjadi dengan jalan membentuk suatu persatuan atau penggabungan diantara kongsi dagang yang ada. Demikian pada tahun 1602, berdirilah di negeri Belanda persatuan kongsi dagang yang diberi nama V.O.C singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie. Persatuan kongsi tersebut dari pemerintah Belanda memperoleh berbagai hak seperti boleh bertindak atas nama pemerintah Belanda dengan segala kekuasaan seolah-olah bagaikan suatu pemerintahan  yang berdaulat penuh atas daerah-daerah yang dapat dikuasai antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen. Dalam hubungan ini V.O.C selaku kongsi dagang besar sudah tentu akan menjalankan hak perniagaan tunggalnya (monopoli) di Indonesia yang tiada lain dimaksudkan untuk mencegah timbulnya persaingan.
      Adapun langkah-langkah untuk mencoba mempertahankan hak dagang tunggal itu antara lain:
a.    Harus dapat mengusir orang-orang Portugis dari perairan Indonesia
b.    Harus dapat menguasai raja-raja di Indonesia.
      Untuk dapat melaksanakan kedua maksud itu, VOC mendirikan loji-loji seperti di Banten, Jakarta dan Hitu (Ambon). Ketiga tempat itu letaknya sangat strategis sehingga dapat dijadikan basis untuk menyusun kekuatan dalam melaksanakan siasatnya. Karena itu pulalah maka pengaruh VOC atas penduduk pribumi tampak sangat besar di kedua bagian dari kepulauan Indonesia yakni  di Jawa dan Maluku.
          Aturan monopoli VOC, yaitu:
a.    Rakyat Maluku hanya boleh menanam rempah-rempah atas izin VOC.
b.    Luas wilayah perkebunan dibatasi oleh VOC.
c.    Harga jual ditentukan VOC.
d.   Tempat menanam rempah-rempah ditentukan VOC.
        Aturan monopoli VOC yang paling terkenal pada masa itu adalah Verplichte Leverantie, yaitu penyerahan wajib hasil panen cengkeh dan rempah-rempah lainnya kepada VOC dengan harga yang telah ditentukan.
          Strategi-strategi VOC dalam menjalankan monopoli, yakni:
a.    Ekstirpasi.
b.    Pelayaran Hongi.
       Dampak kebijakan VOC terhadap perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut.
a.    Tumbuhnya kota-kota dagang, seperti Banten, Batavia, dan Padang.
b.    Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan.
c.    Hancurnya pusat-pusat dan jalur-jalur perdagangan kerajaan Islam di Nusantara.
d.   Tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Indonesia.
          VOC benar-benar mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Hal ini dikarenakan sumber utama pendapatan mereka adalah dengan menjual rempah-rempah serta komoditi lainnya yang berasal dari Indonesia. VOC benar-benar menggantungkan keadaan perusahaannya kepada para petani dan hasil panen rempah-rempah di Indonesia. Hal ini dikarenakan komoditi utama yang diperdagangkan oleh VOC yaitu kain, tidak laku di Indonesia. Kain yang dijual VOC, tidak mampu dibeli oleh rakyat Indonesia, karena kemiskinan yang dialami oleh rakyat Indonesia, sehingga daya beli mereka rendah.

3.       Sistem Tanam Paksa
    Sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 meniru gaya pemerintahan Deandles dan Raffles dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja penduduk pribumi, yang mewajibkan setiap desa menyisishkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah colonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. 
        Latar belakang yang menyebabkan timbulnya sistem tanam paksa terjadi awal abab 19, pemerintah belnada mengeluakan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (Pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebangkrutan Johannes Van Den Bosch menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisis kekosongan kas Negara dengan cara peningkatan produksi tanaman ekspor melalui tanam paksa.
         Ketentuan – ketentuan yang diterapkan oleh Van Den Bosch sebagai berikut   :
a.    Para petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya utuk ditanami tanaman perdagngan yang sudah ditentukan.
b.    Bagian tanah yang digunakan untuk menanan tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
c.    Hasil dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan kembali sisanya.
d.   Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam padi.
e.    Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah.
f.     Bagi mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di perkebunan milik pemerintah.
g.    Penggarapan tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai Belanda secara umum mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutannya.
      Namun dalam perjalanan sistem tanam paksa banyak sekali penyimpangan ketentuan yang terjadi seperti:
a.    Sawah dan lading petani terbengkalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib.
b.    Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu dari waktu yang ditentukan.
c.    Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
d.   Lahan yang disediakan untuk penanaman tanamana wajib tetap dikenakan pajak tanan.
e.    Kelebihan hasil panen dan jumlah pajak yang dibayarkan tidak dikembalikan.
f.     Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab petani.
     Semua penyimpangan dalam pelaksanaan tanam paksa telah mengakibatkan penderitaan yang sangat besar bagi rakyat Indonesia (khususnya Pulau Jawa), yaitu:
a.    Sawah ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja terus menerus sehingga penghasilan menurun drastis.
b.    Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi dan menanggung resiko apabila terjadi kegagalan panen.
c.    Timbulnya tekanan fisik dan psikis yang bekepanjangan.
d.   Timbulnya bahaya kemiskinan yang semakin berat
e.    Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana – mana sehingga angka kematian meningkat drastis. 
       Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian mengakibatkan jumlah penduduk menurun dratis. Selain itu juga terjdi penyakit busung kapar (hongorudium) dimana-mana. 
     Reaksi dan Tentangan dari berbagai pihak dengan mengadakan pelawanan, seperti yang dilakukan petani tebu di pasuruan 1833. Bahkan orang Belanda sendiri juga banyak yang menentang sistem tanam paksa tersebut. Hingga akhirnya sistem tanam paksa itu ditiadakan.

4.       Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
        Dalam setiap kegiatan ekonomi pasti ada perusahaan-perusahaan yang saling berebut mendapatkan laba sebanyak-banyaknya. Setiap perusahaan akan melakukan persaingan baik secara sehat maupun ada yang tidak sehat. Dalam hal seperti ini peranpemerintah terutama lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan persaingan antar perusahaan. Karena terkadang timbul pikiran yang tidak baik demi mencapai laba maksimum.
         Usaha-usaha dalam melakukan pengendalian, yakni:
a.    Memberikan sosialisasi dari pemerintah, mendapatkan keuntungan dengan cara sehat.
b.    Menjalin kerja sama yang baik antar perusahaan.
c.    Menghindari hal-hal yang curang dan berdampak tidak baik bagi keuangan perusahaan.
         Tidak hanya pemerintah saja yang melakukan pengendalian, namun dari perusahaan itu sendiri juga melakukan pengawasan dan pengendalian kepada para karyawannya melalui peran manager. Contohnya Indonesia yang sistem ekonominya dilakukan pengendalian terhadap persaingan yang ketat dalam mendapatkan kepercayaan pelanggan dan mencapai laba maksimum. Apalagi di saat ekonomi Indonesia sedang tidak stabil perlu dilakukan pengedalian.
      Sistem ekonomi Indonesia atau sistem persaingan terkendali memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.    Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indonesia mengakui kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 1945.
b.    Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar badan usaha untuk mencari keuntungan. Tapi pemerintah juga mengatur bidang pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.
c.    Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum perburuhan.
d.   Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.
        Keuntungan sistem ekonomi kapitalis liberal, yaitu:
a.    Menumbuhkan inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
b.    Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
c.    Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
d.   Mengahsilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.
e.    Efisiensi dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.
          Kelemahan sistem ekonomi kapitalis liberal, yaitu:
a.    Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat.
b.    Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
c.    Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
d.   Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
e.    Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
        Institusi-institusi dalam ekonomi kapitalis liberal, yakni:
a.    Hak kepemilikan.
b.    Keuntungan.
c.    Konsumerisme.
d.   Kompetisi.
e.    Harga.
        Karakteristik dalam sistem ekonomi kapitalis liberal adalah sebagai berikut.
a.    Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki atau dikuasai oleh pihak swata.
b.    Pengambilan keputusan ekonomi bersifat Desentralisai, diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yan berlaku.
c.    Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi dalam sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi. 

5.       Era Pendudukan Jepang
        Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
        Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.
        Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
         Dampak positif kependudukan Jepang, yaitu:
a.    Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
b.    Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
c.    Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar Soekarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
d.   Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai, yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
e.    Mendirikan sekolah-sekolah, seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA.
f.     Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah, yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi.
g.    Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian, yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan. 
h.    Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
i.      Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah kolonial Belanda.
j.      Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nippon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
          Dampak negatif kependudukan Jepang adalah sebagai berikut.
a.    Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan warga.
b.    Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam kondisi yang tidak manusiawi.
c.    Eksploitasi segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
d.   Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetakannya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
e.    Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
f.     Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses pengadilan.
g.    Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya di bawah pengawasan Jepang.
h.    Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
i.      Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
j.      Banyak guru yang dipekerjakan sebagai pejabat pada masa itu sehingga menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.

6.       Cita-Cita Ekonomi Merdeka
       Perekonomian global sedang anjlok. Namun, pada saat bersamaan, perekonomian Indonesia justru tumbuh. Memasuki tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6,5 persen. Lalu, juga pada tahun 2013 mendatang, PDB Indonesia diperkirakan 1 Triliun USD. Gara-gara angka-angka tersebut, banyak orang terkesima dengan performa ekonomi Indonesia. Banyak yang mengira, dengan pertumbuhan ekonomi sepesat itu, bangsa Indonesia sudah sejahtera. Lembaga rentenir Internasional, IMF (Dana Moneter Internasional), turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan itu. Namun, fakta lain juga sangat mencengankan. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal, pada tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33. Data lain juga menunjukkan, kekayaan 40 orang terkaya Indonesia mencapai Rp680 Triliun (71,3 miliar USD) atau setara dengan 10,33% PDB. Konon, nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu setara dengan kekayaan 60% penduduk atau 140 juta orang. Data lain menyebutkan, 50 persen kekayaan ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh 50 orang.
        Ringkas cerita, pertumbuhan ekonomi yang spektakuler itu tidak mencerminkan kesejahteraan rakyat. Yang terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi hanya dinikmati segelintir orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga negara makin makmur, sementara 99% warga negara hidup pas-pasan. Akhirnya, kita patut bertanya, apakah pembangunan ekonomi semacam itu yang menjadi cita-cita kita berbangsa? Silahkan memeriksa cita-cita perekonomian kita ketika para pendiri bangsa sedang merancang berdirinya negara Republik Indonesia ini.
      Bung Hatta pernah berkata, “dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya kaya dan tanahnya subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta, Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat. “Kemerdekaan nasional tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk sebagai biduanda dari kapital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta di New York, AS, tahun 1960). Karena itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Artinya, dengan penjelasan di atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
    Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Namun, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
    Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.

7.       Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan
7.1.    Masa Orde Lama
7.1.1.      Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
        Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada Oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Namun adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan kekosongan kas negara.
Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh berbagai kegiatan, di antaranya:
a.    Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir. Soerachman dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengadakan pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun.
b.    Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade Coorporation (BTC) berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan Ciberon yang mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh angkatan laut Belanda.
c.    Konferensi Ekonomi, konferensi yang membahas mengenai peningkatan hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan, sandang, serta status dan administrasi perkebunan asing.
d.   Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan), memberikan anjuran memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah penyembelihan hewan-hewan yang membantu dalam pertanian, menanami tanah terlantar di Sumatra, dan mengadakan transmigrasi.
e.    Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan Ekonomi Nasional, mengaktifkan dan mengajak partisipasi swasta dalam upaya menegakkan ekonomi pada awal kemerdekaan.
f.     Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Negara Indonesia.
g.    Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group).
h.    Sistem Ekonomi Ali-Baba.

7.1.2.      Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
     Perekonomian diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal pengusaha pribumi masih belum mampu bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
          Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
a.    Gunting Syarifuddin, pemotongan nilai uang untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.    Program Benteng (Kabinet Natsir), menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
c.    Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

7.1.3.      Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
      Sebagai akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segalanya diatur pemerintah). Namun lagi-lagi sistem ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Akibatnya adalah :
a.    Devaluasi menurunkan nilai uang dan semua simpanan di bank di atas 25.000 dibekukan.
b.    Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
c.    Kegagalan dalam berbagai tindakan moneter.

7.2.    Masa Orde Baru
      Pada awal orde baru, stabilitas ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorintasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.
       Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan: kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita.
        Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventif cek untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB.
        Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil.
      Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.

7.3.    Masa Orde Reformasi
       Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan presiden BJ.Habibie. Namun belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dikarenakan masih adanya persoalan-persoalan fundamental yang ditinggalkan pada masa orde baru. Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara mengendalikan stabilitas politik. Sampai pada masa kepemimipinan presiden Abdurrahman Wahit, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun masalah-masalah yang diwariskan dari masa orde baru masih belum dapat diselesaikan secara sepenuhnya. Bisa dilihat dengan masih adanya KKN, inflasi, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, dan melemahnya nilai tukar rupiah yang menjadi masalah polemik bagi perekonomian Indonesia.

7.3.1.      Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
        Masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi persoalan ekonomi, yaitu:
a.    Meminta penundaan utang sebesar US$ 5,8 Milyar pada pertemuan paris Club ke-3 dan mengalokasikan pemabayaran utang luar negri sebesar 116,3 Trilliun.
b.    Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi, yaitu menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Penjaualan tersebut berhasil menaikan partumbuhan ekonomi Indonesia menajadi 4,1%. Namun kebijakan ini menimbulkan kontroversi, yakni BUMN yang diprivatisasikan dijual pada perusahaan asing.

7.3.2.      Masa kepemimpinan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
         Kebijakan kontroversial pertama Presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, yang dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyrakat. Kemudian muncul pula kebijakan kontroversial yang kedua yakni BLT bantuan langsung tunai bagi masyarakat miskin. Namun kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagaiannya juga banyak menimbulkan masalah sosial. Kebijkan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur summit pada bulan 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Dengan semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapakan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah. Pada pertengahan bulan oktober 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF sebesar 3,2 Miliar dolar AS. Harapan kedepannya adalah Indonesia tidak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri.

7.3.3.      Sistem Perekonomian Indonesia Saat Ini
        Sebagian orang berpendapat bahwa sistem yang digunakan sekarang lebih condong ke barat atau disebut sistem ekonomi liberal/kapitalis, sistem yang membebaskan segala macam bentuk kegiatan ekonomi. Pemerintah tak ada urusan dengan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat. Mereka semua mendapat hak yang sama untuk berkreatifitas tak ada larangan. Intinya adalah sistem ini semua bebas melakukan apa saja sehingga tak mengherankan kaum pemodal atau kapital menjadi kaum yang super power pada sistem ekonomi sehingga membuat yang miskin semakin miskin, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial, itulah yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Sistem ekonomi liberal atau kapitalis yang tidak lama lagi akan menuju neo-liberal. Indikasi sistem perekonomian Indonesia diarahkan untuk mengikuti mekanisme pasar disamping dominasi kekuatan korporasi swasta yang semakin menguat. Sistem neo-liberal ini semakin subur manakala bola salju globalisasi semakin memasuki berbagai sendi-sendi kehidupan. Semula globalisasi masih terkait dengan bidang informasi dan komunikasi, namun bola salju globalisasi semakin membesar dan menggulung bidang lainnya termasuk sektor ekonomi,politik. Contohnya saja Harga BBM sudah didesak agar secara bertahap mengikuti harga internasional. Di Indonesia sendiri dapat dihitung para konglomerat yang menguasai perekonomian, itu hanya ada segelintir orang saja. Kondisi ini terjadi sebagai konsekuesi kita menganut sistem kapitalis. Sebenarnya sistem inilah yang dijalan kan di Indonesia walaupun pemerintah tidak mengakuinya secara terbuka.
      Masuknya Sistem tersebut dapat  kita lihat dari beberapa Indikator, yaitu:
a.    Dihapusnya berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap, sehingga harga barang barang strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
b.    Nilai Kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap, sehingga besar kecilnya kurs rupiah akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
c.    Perusahaan BUMN  mulai beralih ke pihak swasta, sehingga peran pemerintah semakin berkurang.
d.   Keikutsertaan bangsa Indonesai dalam kancah WTO dan perjanjian GATT yang semakin menunjukan komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
      Dampak positif yang di timbulkan dari sistem kapitalis ini, yaitu dari aspek permodalan, kita dapat dengan mudah mendapatkan modal dengan cepat dari investor asing sedangkan dampak negatif dari sistem ini banyak terjadi masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, krisis ekonomi dan hutang luar negeri yang tinggi.

~ Sekian ~

Sumber :


Catatan Author :
Terima kasih banyak atas semua sumber yang telah memberikan berbagai macam informasi, sehingga saya bisa membuat artikel ini. Sekali lagi, terima kasih banyak. :”D

1 komentar:

Alfred Nehemia mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.