Rin Shouta
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing :
AsuCaga
Warning :
First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah
tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan
aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat
antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di
sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua
penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 9
Come Back Home
Kubuka secara perlahan kedua mataku
dengan susah payah setelah cahaya putih menerangi wajahku. Ternyata cahaya itu
dari lampu yang bergerak mundur di langit-langit ruangan. “Aku... di mana?”
lirihku begitu sadar bahwa diriku tidak di dalam ruangan. Aku menengok ke kanan
dan terlihat Athrun Zala di sana. Sementara di sisi kiriku ada salah satu tentara
ZAFT berambut merah gelap tengah menatap lurus ke depan. Lama aku berpikir dan
tersadar kalau aku sedang dibawa mereka dengan menggunakan ranjang beroda yang
biasa ada di rumah sakit.
“Athrun...” panggilku lirih sambil menyentuh tangan
laki-laki itu.
“Bersabarlah, sebentar lagi kita akan keluar dari tempat ini
dan pergi ke Archangel.”
Begitulah katanya dan aku hanya bisa diam.
Tiba-tiba rasa sakit bercampur panas kembali menjalar ke
seluruh tubuhku. Sontak aku berteriak sambil mencengkeram perut. ‘Apa yang terjadi... padaku?’
“AAAAARGH!”
“Pegang kalung ini,” kata Athrun sambil menaruh kalung
milikku di atas telapak tanganku.
Rasa sakit yang kurasakan makin bertambah dan reflek aku
mencengkeram kalung itu sekuat mungkin. “AAARGH!” Aku kembali berteriak dan
menutup mata. Namun saat kubuka mataku lagi, yang terlihat hanya warna merah
darah.
.
.
.
“Kau tidak sendiri.
Kau masih punya kakak kembaranmu dan Ayah yakin, dia masih hidup.”
“Ayah... Ayah!”
Aku terbangun dengan napas terengah-engah. Tanpa sadar,
tangan kananku ke atas seperti ingin meraih sesuatu. Aku terdiam sambil
memperhatikan punggung tanganku itu yang sudah tertancap selang infus. Perlahan
aku menurunkannya seraya menengok ke kiri karena aku bisa merasakan ada
seseorang tengah memperhatikanku di sana. “Ath...run,” panggilku dengan nada
lirih. “Kita... di mana?”
Laki-laki itu tersenyum. “Sudah kubilang ‘kan, aku akan membawamu
ke Archangel.”
“Kenapa...?”
“Aku tahu, ada seseorang yang ingin kau temui sejak awal dan
dia ada di sini. Orang-orang terdekatmu dari ORB juga selama ini berada di
pihak Archangel. Tapi tenang saja, sekarang Archangel tidak berada di pihak
Bumi, mereka netral dan berusaha untuk menghentikan perang ini, Cagalli Yula
Athha,” jelas Athrun panjang lebar seraya memberikanku dua buah foto yang
kutahu sudah disita oleh pihak ZAFT. Aku hanya bisa tersenyum begitu ia
memanggil nama asliku sambil menerima kedua foto itu. “Aku diam-diam
mengambilnya sebelum menemuimu,” jelasnya lagi.
“Maaf, aku menipumu untuk kesekian kalinya, Kapten.”
Klik. Suara pintu
terbuka, mengintrupsi pembicaraan kami.
“Tentara ORB yang tersisa dan salah satunya ‘dia’,” kata
Athrun lagi ketika aku menatapnya.
“Aku selalu yakin, kalau kau akan selamat dari kejadian itu,
Cagalli.”
Aku terus memperhatikan orang itu saat ia berjalan
mendekatiku yang tengah terbaring lemah di atas kasur. Masih dalam keadaan tak
percaya, aku bertanya. “Apa... kau benar-benar masih hidup, Kisaka-san?” Melihat ia mengangguk, membuatku
lega karena semua ini nyata. “Kukira kau...” Aku tak sanggup melanjutkannya
lagi dan memilih untuk diam.
“Banyak tentara ORB bersekutu dengan Archangel setelah ORB
hancur. Para penduduk juga untuk sementara sudah dievakuasi ke tempat yang aman
dari medan pertempuran,” jelasnya. Kulihat Ledonir Kisaka—nama
panjangnya—mengambil sesuatu dari kantung celananya. Sebuah disket dan aku
yakin, itu milikku yang pernah disita juga oleh pihak ZAFT setelah ketahuan
ingin menghancur Freedom dan Justice. “Saat kalian sampai ke Terminal, Athrun
langsung memberikan data ini untuk diperiksa,” tambahnya lagi.
Perlahan kucoba untuk bangkit dari posisiku semula dibantu
Athrun.
“ZAFT bermaksud untuk menghancurkan Bumi. Maaf, aku belum
sempat membaca datanya lagi setelah mendapat data itu,” lirihku. Sesaat aku
merasa sakit di telapak tangan kananku.
“Memang data yang ada di disket ini belum lengkap, tapi alat
itu cukup mengerikan.”
Aku menatap Athrun begitu sadar ia terus menunduk sedari
tadi. “Kau kenapa?”
“Andai saja, aku bisa mengubah pemikiran Ayahku. Pasti
perang ini sudah lama berakhir.”
“Maksudmu?” tanyaku tidak mengerti.
“Ayah memberikan ultimatum sesaat setelah kita berhasil
kabur dari markas inti ZAFT. Katanya, perang akan berakhir jika semua natural
mati. Terutama, kau.” Perkataannya semakin lama terdengar mengecil. Belum
sempat aku bertanya, ia kembali bercerita tanpa menatapku.
“Dulu saat coordinator generasi pertama lahir dengan
selamat, terdengar kabar ada satu bayi lainnya berjenis natural juga lahir.
Namun ibu dari bayi kembar itu menyembunyikan bayinya entah di mana. Sampai
sekarang masih banyak orang berkeyakinan bahwa bayi natural itu akan jadi
penghancur para coordinator di masa mendatang.” Athrun menyelesaikan ceritanya
dengan tersenyum lalu berkata lagi, “dan semua orang juga yakin, bayi natural
itu adalah kau, Cagalli.”
Diam, hanya itu yang bisa kulakukan. “Memang... kekuatan apa
yang kupunya?” tanyaku entah pada siapa.
“Kisaka-san? Apa
kau ada di dalam?”
Deg. Napasku
kembali berhenti untuk beberapa detik begitu mendengar suara itu.
“Kau bisa masuk, Kira,” suruh Kisaka.
Pintu pun terbuka setelahnya. Terlihat sosok Kira dengan
pakaian seragam khusus pilot mobile suit. Senyum mengembang di wajah Lacus yang
juga berdiri di sampingnya. Mereka berjalan mendekatiku. “Merasa lebih baik?”
tanya Kira.
Aku hanya mengangguk sambil mencengkeram foto yang sedari
tadi kugenggam.
“Kau tahu, banyak orang yang khawatir dengan keadaanmu,
Caggy-san. Maksudku, Cagalli-san,” kata Lacus dengan senyum ramah di
wajah cantiknya.
“Terima kasih,” lirihku seraya tersenyum.
Tiba-tiba suara alarm peringatan terdengar. Penerangan di
ruangan yang kami tempati juga berubah menjadi merah. “Mereka bergerak! ZAFT
dan OMNI!” seru Kisaka lalu berlari keluar ruangan, diikuti Kira dan Athrun.
Begitu para laki-laki itu pergi, yang tersisa hanya aku dan Lacus. Kutatap
punggung tangan kananku dan berbisik, “aku ingin kembali bertempur untuk
membalas kehancuran ORB...” Aku termenung sebentar. “Bukan, bukan untuk balas
dendam, tapi untuk menghentikan perang ini.”
“Saat tubuhmu sudah membaik, kau bisa bertempur bersama
mereka,” kata Lacus.
Ia tersenyum lagi sambil berjalan menuju pintu.
Aku menunduk dalam diam. “Tapi kapan?”
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar