Rabu, 08 Juli 2015

[Gundam SEED/Destiny] Precious Rose 09


GUNDAM SEED/DESTINY © Masatsugu Iwase, Yohiyuki Tomino, Hajime Yatate © SUNRISE
  Rin Shouta 
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing : AsuCaga
Warning : First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 9
Come Back Home


Kubuka secara perlahan kedua mataku dengan susah payah setelah cahaya putih menerangi wajahku. Ternyata cahaya itu dari lampu yang bergerak mundur di langit-langit ruangan. “Aku... di mana?” lirihku begitu sadar bahwa diriku tidak di dalam ruangan. Aku menengok ke kanan dan terlihat Athrun Zala di sana. Sementara di sisi kiriku ada salah satu tentara ZAFT berambut merah gelap tengah menatap lurus ke depan. Lama aku berpikir dan tersadar kalau aku sedang dibawa mereka dengan menggunakan ranjang beroda yang biasa ada di rumah sakit.

“Athrun...” panggilku lirih sambil menyentuh tangan laki-laki itu.

“Bersabarlah, sebentar lagi kita akan keluar dari tempat ini dan pergi ke Archangel.”

Begitulah katanya dan aku hanya bisa diam.

Tiba-tiba rasa sakit bercampur panas kembali menjalar ke seluruh tubuhku. Sontak aku berteriak sambil mencengkeram perut. ‘Apa yang terjadi... padaku?’

“AAAAARGH!”

“Pegang kalung ini,” kata Athrun sambil menaruh kalung milikku di atas telapak tanganku.

Rasa sakit yang kurasakan makin bertambah dan reflek aku mencengkeram kalung itu sekuat mungkin. “AAARGH!” Aku kembali berteriak dan menutup mata. Namun saat kubuka mataku lagi, yang terlihat hanya warna merah darah.

.
.
.

“Kau tidak sendiri. Kau masih punya kakak kembaranmu dan Ayah yakin, dia masih hidup.”

“Ayah... Ayah!”

Aku terbangun dengan napas terengah-engah. Tanpa sadar, tangan kananku ke atas seperti ingin meraih sesuatu. Aku terdiam sambil memperhatikan punggung tanganku itu yang sudah tertancap selang infus. Perlahan aku menurunkannya seraya menengok ke kiri karena aku bisa merasakan ada seseorang tengah memperhatikanku di sana. “Ath...run,” panggilku dengan nada lirih. “Kita... di mana?”

Laki-laki itu tersenyum. “Sudah kubilang ‘kan, aku akan membawamu ke Archangel.”

“Kenapa...?”

“Aku tahu, ada seseorang yang ingin kau temui sejak awal dan dia ada di sini. Orang-orang terdekatmu dari ORB juga selama ini berada di pihak Archangel. Tapi tenang saja, sekarang Archangel tidak berada di pihak Bumi, mereka netral dan berusaha untuk menghentikan perang ini, Cagalli Yula Athha,” jelas Athrun panjang lebar seraya memberikanku dua buah foto yang kutahu sudah disita oleh pihak ZAFT. Aku hanya bisa tersenyum begitu ia memanggil nama asliku sambil menerima kedua foto itu. “Aku diam-diam mengambilnya sebelum menemuimu,” jelasnya lagi.

“Maaf, aku menipumu untuk kesekian kalinya, Kapten.”

Klik. Suara pintu terbuka, mengintrupsi pembicaraan kami.

“Tentara ORB yang tersisa dan salah satunya ‘dia’,” kata Athrun lagi ketika aku menatapnya.

“Aku selalu yakin, kalau kau akan selamat dari kejadian itu, Cagalli.”

Aku terus memperhatikan orang itu saat ia berjalan mendekatiku yang tengah terbaring lemah di atas kasur. Masih dalam keadaan tak percaya, aku bertanya. “Apa... kau benar-benar masih hidup, Kisaka-san?” Melihat ia mengangguk, membuatku lega karena semua ini nyata. “Kukira kau...” Aku tak sanggup melanjutkannya lagi dan memilih untuk diam.

“Banyak tentara ORB bersekutu dengan Archangel setelah ORB hancur. Para penduduk juga untuk sementara sudah dievakuasi ke tempat yang aman dari medan pertempuran,” jelasnya. Kulihat Ledonir Kisaka—nama panjangnya—mengambil sesuatu dari kantung celananya. Sebuah disket dan aku yakin, itu milikku yang pernah disita juga oleh pihak ZAFT setelah ketahuan ingin menghancur Freedom dan Justice. “Saat kalian sampai ke Terminal, Athrun langsung memberikan data ini untuk diperiksa,” tambahnya lagi.

Perlahan kucoba untuk bangkit dari posisiku semula dibantu Athrun.

“ZAFT bermaksud untuk menghancurkan Bumi. Maaf, aku belum sempat membaca datanya lagi setelah mendapat data itu,” lirihku. Sesaat aku merasa sakit di telapak tangan kananku.

“Memang data yang ada di disket ini belum lengkap, tapi alat itu cukup mengerikan.”

Aku menatap Athrun begitu sadar ia terus menunduk sedari tadi. “Kau kenapa?”

“Andai saja, aku bisa mengubah pemikiran Ayahku. Pasti perang ini sudah lama berakhir.”

“Maksudmu?” tanyaku tidak mengerti.

“Ayah memberikan ultimatum sesaat setelah kita berhasil kabur dari markas inti ZAFT. Katanya, perang akan berakhir jika semua natural mati. Terutama, kau.” Perkataannya semakin lama terdengar mengecil. Belum sempat aku bertanya, ia kembali bercerita tanpa menatapku.

“Dulu saat coordinator generasi pertama lahir dengan selamat, terdengar kabar ada satu bayi lainnya berjenis natural juga lahir. Namun ibu dari bayi kembar itu menyembunyikan bayinya entah di mana. Sampai sekarang masih banyak orang berkeyakinan bahwa bayi natural itu akan jadi penghancur para coordinator di masa mendatang.” Athrun menyelesaikan ceritanya dengan tersenyum lalu berkata lagi, “dan semua orang juga yakin, bayi natural itu adalah kau, Cagalli.”

Diam, hanya itu yang bisa kulakukan. “Memang... kekuatan apa yang kupunya?” tanyaku entah pada siapa.

“Kisaka-san? Apa kau ada di dalam?”

Deg. Napasku kembali berhenti untuk beberapa detik begitu mendengar suara itu.

“Kau bisa masuk, Kira,” suruh Kisaka.

Pintu pun terbuka setelahnya. Terlihat sosok Kira dengan pakaian seragam khusus pilot mobile suit. Senyum mengembang di wajah Lacus yang juga berdiri di sampingnya. Mereka berjalan mendekatiku. “Merasa lebih baik?” tanya Kira.

Aku hanya mengangguk sambil mencengkeram foto yang sedari tadi kugenggam.

“Kau tahu, banyak orang yang khawatir dengan keadaanmu, Caggy-san. Maksudku, Cagalli-san,” kata Lacus dengan senyum ramah di wajah cantiknya.

“Terima kasih,” lirihku seraya tersenyum.

Tiba-tiba suara alarm peringatan terdengar. Penerangan di ruangan yang kami tempati juga berubah menjadi merah. “Mereka bergerak! ZAFT dan OMNI!” seru Kisaka lalu berlari keluar ruangan, diikuti Kira dan Athrun. Begitu para laki-laki itu pergi, yang tersisa hanya aku dan Lacus. Kutatap punggung tangan kananku dan berbisik, “aku ingin kembali bertempur untuk membalas kehancuran ORB...” Aku termenung sebentar. “Bukan, bukan untuk balas dendam, tapi untuk menghentikan perang ini.”

“Saat tubuhmu sudah membaik, kau bisa bertempur bersama mereka,” kata Lacus.

Ia tersenyum lagi sambil berjalan menuju pintu.

Aku menunduk dalam diam. “Tapi kapan?”

To Be Continued

NOTE : Fanfic ini asli punya saya yang pernah dipublish di FFn. Saya punya 2 pen name, yaitu Setsuko Mizuka (pairing:straight) dan Oto Ichiiyan (pairing:malexmale). ._. Bisa dibilang, Mizuka itu straight dan Ichiiyan itu diri saya yang ke arah Fujo. Masih gak ngerti? Yaudah... -_-o

Tidak ada komentar: