Rin Shouta
Present
.
Precious Rose
Rate : T
Genre : Tragedy, Angst, War, etc.
Pairing :
AsuCaga
Warning :
First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, dsb.
.
Summary : ORB Union adalah
tempat tinggalku. Namun sekarang yang tersisa hanya puing-puing. Bahkan
aku tidak yakin ada yang bisa bertahan hidup setelah perang dahsyat
antara Coordinator dan Natural yang terjadi di ORB. Andai aku berada di
sana saat itu, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, walau tidak semua
penduduk bisa kuselamatkan. Full of Cagalli's POV.
.
.
.
Chapter 11
The End of War
Aku menutup kedua mataku setelah
memasang sabuk pengaman dan memakai alat pelindung kepala. “Ini pertempuran
terakhir, sasaran utama yaitu menghancurkan G.E.N.E.S.I.S.,” gumamku lalu membuka
kedua mataku. Kuaktifkan phase shift MBF-02 Strike Rouge yang khusus dibuat oleh Erica
untukku.
“Kau siap, Cagalli?” tanya Erica di radio komunikasi.
Aku hanya mengangguk. “Strike Rouge. Cagalli Yula Athha.
Meluncur!”
“U-ugh.” Baru saja Strike Rouge lepas landas, kedua tanganku
tak bisa bergerak sama sekali. “A-apa yang terjadi?” Mataku melotot saat
tanganku bergerak dengan lincah memegang kendali mesin. Aku sendiri sampai tak
bisa membaca semua tulisan yang ada di layar monitor.
“Cagalli, di belakangmu!”
Suara peringatan dari Athrun memenuhi radio komunikasi.
Namun terlambat, serangan mendadak dari musuh berhasil
mengenai bagian belakang Strike Rouge. Sontak aku putar kendali untuk berbalik
dan kutembakan 57mm High-energy Beam Rifle ke arah tiga GINN yang
menyerangku tadi. Kutembakan sekali lagi ke arah dua mobile armor milik Bumi
yang mendekatiku bersamaan dengan "Igelstellung" 75mm multi-barrel
Anti Air CIWS dan berhasil mengenai mereka.
“Cagalli!”
Seseorang yang kukenal memanggil namaku sebelum Strike Rouge
diserang lagi. “Dearka?”
“Berhati-hatilah, baik pihak ZAFT dan OMNI berencana untuk
membunuhmu.”
“Eh? T-tunggu! B-bagaimana bisa kau tahu nama asliku dan
kenapa...”
“Kuceritakan nanti, yang terpenting aku ditugasi Kapten
Murrue untuk menjagamu dari hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi padamu
selama pertempuran berlangsung.” Aku hanya diam lalu meringis karena perutku
terasa panas. “Cagalli, kau masih mendengarku, kan? Apa kau pernah dipaksa
untuk meminum sebuah kapsul oleh seorang tentara ZAFT?”
Deg. “A-apa?”
“Apa kau pernah dipaksa untuk meminum sebu—”
—sing, sing, sing!
Perkataan Dearka tak bisa kudengar lagi setelah Strike Rouge diserang lagi
oleh... Archangel!? “A-apa-apaan ini!? Kenapa Archangel...?”
“Tenang, Cagalli. Itu Dominion, semacam duplikat Archangel
yang dibuat pihak Bumi.”
Aku kembali menghindar ketika tembakan laser darinya tertuju
padaku.
“Cagalli, serahkan Dominion pada Archangel,” kata seseorang
yang kuyakini adalah Kapten Archangel, yaitu Kapten Murrue. Aku menurut dan
meluncur mendekati Jachin Due, tempat G.E.N.E.S.I.S. itu berada. Namun
lagi-lagi ada yang menghalangiku dan itu... “Yzak,” lirihku.
“Takkan kubiarkan kau lewat, Caggy Yula. Tidak, maksudku,
Cagalli Yula Athha.”
“Yzak! Hentikan!”
Buster meluncur melewatiku sambil menembaki Duel yang
dikendarai Yzak.
Hal itu membuatku mendapatkan celah untuk mendekati Jachin
Due. Dengan segera aku meluncur memasuki Jachin Due dan pergi mencari tempat
pengontrol G.E.N.E.S.I.S.. “S-sial! Di saat seperti ini, tanganku...”
Kupaksakan diriku untuk terus memasuki Jachin Due, namun sebuah ledakan terjadi
dari arah dalam. “AAARGH!” Strike Rouge hampir terpental lebih jauh ke belakang
kalau saja mobile suit berwarna merah itu tidak menahannya.
“Cagalli, kau tidak apa-apa?”
Aku terlonjak kaget. “A-Athrun—aaargh!” Rasa sakit di
perutku muncul lagi.
“Kapsul itu pasti mulai bereaksi!”
“A-apa maksudmu, A-Athrun?” tanyaku sambil menahan rasa
sakit.
“Seseorang secara paksa meminumkanmu sebuah kapsul saat kau
di penjara, kan?”
Aku terdiam sebentar, “ya. Lalu apa m-masalahnya?”
“Kau akan berubah menjadi seorang coordinator.” Penjelasan
yang terlalu singkat, padat, dan tidak jelas itu tentu saja membuatku tidak
percaya. ‘Bagaimana bisa natural berubah
menjadi coordinator? Ini gila!’
“Memang tak ada efek lainnya selain rasa panas dan lainnya
seperti yang kau rasakan sekarang. Dengan itu kau bisa menghentikan perang,
tapi risiko terburuknya saat kau tidak tahan dengan rasa sakitnya, kau akan
mengamuk dan menghancurkan semua yang ada di sekitarmu. Tak peduli itu teman
atau lawan, kau akan menyerangnya. Aku tidak tahu alasan apa yang membuat orang
itu melakukannya padamu, tapi kami semua percaya kalau kau bisa bertahan sampai
akhir.”
Mendadak tubuhku melemas mendengarnya. “Jadi karena ini,
kalian memintaku untuk bertahan?”
“Memang kau mau, semesta alam ini hancur karena ulahmu?”
“SIAAAL!” Aku berteriak kesal karena rasa sakit itu kembali
kurasakan.
“Gamma Emission by Nuclear Explosion Stimulate Inducing
System, aktif. 100 detik penghitungan mundur dimulai dari sekarang.”
Napasku berhenti sesaat setelah mendengar suara itu dari dalam. Segera aku
meluncur mendekati asal suara lalu mendaratkan Strike Rouge di dekat pagar
pembatas untuk mempermudahkanku menuju sebuah pintu yang baru saja terbuka. Aku
sedikit tersentak begitu melihat para operator ZAFT berlari keluar ruangan itu.
“Ayo, Cagalli!”
Aku mengangguk sambil menahan rasa panas di tubuhku.
Langkah Athrun tiba-tiba terhenti di ambang pintu. Aku
berusaha mengintip lewat celah-celah tubuhnya. “Athrun, Ayahmu...” lirihku
setelah melihat Patrick Zala melayang di udara dengan darah yang keluar dari
dada sebelah kanannya. Athrun pergi mendekat, aku pun mengikutinya dan melihat
seseorang yang tak asing di mataku juga melayang dengan luka tembakan di
dadanya. Tidak salah lagi, dia orang yang memaksaku untuk minum kapsul itu saat
aku di penjara.
“Ayah! Ayah!”
“Ath...run... G.E.N.E.S.I.S. sudah...”
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, malaikat maut sudah
mencabut nyawanya.
Aku berdiri lalu bergerak mendekati satu monitor. Di sana
ada timer otomatis yang masih menyala
dan bisa kupastikan untuk menghitung kapan G.E.N.E.S.I.S. aktif. Dengan waktu
yang tersisa, aku berusaha untuk menonaktifkannya namun tidak bisa. Timer itu terus menyala dan waktu yang
tersiksa tinggal 80 detik lagi. “Sial! Tidak bisa dimatikan!” seruku kesal.
Tanpa pikir panjang, aku kembali memasuki Strike Rouge.
“Cagalli! Apa yang akan kau lakukan!?”
Aku tak menjawabnya dan berusaha secepat mungkin untuk masuk
lebih dalam lagi ke badan Jachin Due. “Cagalli! Berhenti!” Kulirik sebentar
layar monitor yang memperlihat mobile suit Justice milik Athrun tengah
mengejarku. “Jangan ikuti aku!” seruku sambil melepas perisai yang dipegang
Strike Rouge untuk menahannya.
Saat aku sampai di tempat kosong, aku membuka tuas yang ada
di sisi kanan kursiku. “A-aw! Aaargh! Sakit!” ringisku sambil memaksa tangan
kananku untuk menekan beberapa tombol password
pengaktifan bom dari Strike Rouge.
“Cagalli! Hentikan!”
Gerakan tanganku benar-benar berhenti saat tombol terakhir
ingin kutekan.
“Apa kau bermaksud untuk bunuh diri, hah!?”
Tanganku terkepal. “Kau tak tahu sesakit apa aku menahannya,
Athrun! Lagipula tak ada jaminan aku akan kembali seperti semula jika perang
ini berakhir! Tubuhku... dan dengan tanganku, mungkin kalian bisa terbunuh!”
“Kita hadapi bersama! Bukankah kau sudah berjanji untuk
bertahan sampai akhir!?”
Air mata turun begitu saja dari mataku. “Aku...”
“Kita hadapi bersama, ya?”
“Hei, apa kau mau ikut
denganku?”
Nada suara Athrun mengingatkanku dengan ajakannya untuk
bergabung dengan ZAFT dulu. Aku menunduk sebentar. “Aku tetap akan
mengaktifkannya,” putusku sambil menekan tombol bernomor empat. “Sayonara...”
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar