Tugas Soft Skill : Perekonomian Indonesia
BAB 5
Kemiskinan dan Kesenjangan
- Konsep dan Pengertian Kemiskinan
- Garis Kemiskinan
- Penyebab dan Dampak Kemiskinan
- Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
- Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
- Kemiskinan di Indonesia
- Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
- Kebijakan Anti Kemiskinan
1.
Konsep dan Pengertian Kemiskinan
1.1.
Pengertian
Kemiskinan
Merupakan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan
secara lebih luas dengan menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial
dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu
keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara
umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan
cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan
sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu
pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitas (kemiskinan struktural).
Pada umumnya kemiskinan
diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang individu untuk memenuhhi standart
minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud
dengan kemiskinan material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai
dengan penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya
berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan
dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar,
melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan,
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan juga dapat
didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standart tertentu, sementara
kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan
pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan
absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan
riil minimum tertentu atau mereka berada di bawah garis kemiskinan
internasional.
Kemiskinan menurut Edi Suharto
dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:
a. Sumber
keuangan (mata pencaharian, kredit, modal).
b. Modal
produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi).
c. Jaringan
sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
d. Organisasi
sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
e. Informasi
yang berguna untuk kemajuan hidup.
f. Pengetahuan
dan keterampilan.
1.2.
Konsep
Kemiskinan
Konsep kemiskinan merupakan
masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai
fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban
manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan
terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal
jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan
adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang
berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga sering
disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan
erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan
akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila
berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan
penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu
masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi
di dalam masyarakat tersebut.
Sebagian besar dari penduduk
miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian
dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi
tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang
subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan rendah,
ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan.
Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota menunjukkan bahwa adanya
ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya
pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik
menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya
ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.
2.
Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas
kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk
memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya,
pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga
definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki
rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat
ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan
pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan
dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
3.
Penyebab dan Dampak Kemiskinan
3.1.
Penyebab
Kemiskinan
Secara umum, penyebab kemiskinan
dapat dibagi jadi empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu: (1) Individual explanation, kemiskinan
cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri.
Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam
segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih,
termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat tinggal,
memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebagian orang miskin bukan karena
tidak pernah memiliki kesempatan, namun
ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut.
Seseorang yang sudah bekerja
namun karena sesuatu hal akhirnya ia diberhentikan (PHK) dan selanjutnya
menjadi miskin. Ada juga yang sebelumnya telah memiliki usaha yang baik, namun
gagal dan bangkrut, akhirnya menjadi miskin.
Sebagian lagi pernah memperoleh
kesempatan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, namun gagal
menyelesaikannya, drop out
dan akhirnya menjadi miskin. Tidak jarang juga terlihat bahwa seseorang
menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan. Dengan keterbatasannya itu
ia tidak mampu bekerja dengan baik, bersaing dengan yang lebih sehat dan
memiliki kesempatan yang lebih sedikit dalam berbagai hal yang dapat
menentukan kondisi ekonomi hidupnya.
(2) Familial explanation, kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor
keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia ke dalam
kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak
kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian
secara terus menerus dan turun temurun.
(3) Subcultural explanation, kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur,
kebiasaan, adat istiadat, atau akibat karakteristik perilaku
lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan,
kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan
bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak
diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru
tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang
membuat demikian.
(4) Structural explanations, kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan,
perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain
menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga
menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya
terbatas.
Kemiskinan yang disebabkan oleh
dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum
miskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu
sering disebut dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan tidak hanya terdapat
di desa, namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain:
a. Ketidakberdayaan.
Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang
dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
b. Keterkucilan,
rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta
ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan
menjadi miskin
c. Kemiskinan
materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang
dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah
d. Kerentanan,
sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam,membuat
mereka menjadi rentan dan miskin
e. Sikap,
sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja
keras membuat mereka menjadi miskin. Kemiskinan di kota pada dasarnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda
adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya
faktor ketidakberdayaan di kota cenderung disebabkan oleh kurangnya
lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.
Kemiskinan dapat juga disebabkan
oleh:
a. rendahnya
kualitas angkatan kerja
b. akses
yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal
c. rendahnya
tingkat penguasaan teknologi
d. penggunaan
sumberdaya yang tidak efisien,
e. pertumbuhan
penduduk yang tinggi (Sharp et al, 2000).
Selain dari berbagai pendapat di
atas, kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri
orang miskin, seperti sikap yangmenerima apa adanya, tidak
bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yang kurang sempurna.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri si
miskin, seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan
kerja, ketiadaan kesempatan, sumber daya alam yang terbatas, kebijakan yang
tidak berpihak dan lainnya. Sebahagian besar faktor yang menyebabkan orang
miskin adalah faktor eksternal. Beberapa faktor penyebab kemiskinan
lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan global yang rendah,
pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak
kondusif.
3.2.
Dampak
Kemiskinan
a.
Kriminalitas
Salah satu faktor terjadinya kriminalitas adalah kemiskinan. Mengapa?
Karena saat seseorang tidak mempunyai penghasilan sementara dia harus memenuhi
kebutuhan hidupnya, maka ia akan melakukan berbagai hal termasuk tindakan
kriminal, seperti pencurian, perampokan bahkan hingga pembunuhan.
b.
Tingkat
pendidikan rendah
Dampak lain dari kemiskinan, yaitu tingkat pendidikan yang rendah. Hal
ini dikarenakan pendidikan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan pasti
akan menyulitkan rakyat miskin, walaupun pemerintah sudah memberikan berbagai
bantuan bahkan hingga pendidikan gratis dari SD sampai SMP hingga saat ini. Tapi
tetap saja belum memaksimalkan pendidikan untuk kalangan miskin, dan hal ini
akan terus berdampak pada meningkatnya kemiskinan jika tingkat pendidikan tetap
rendah.
c.
Tingkat
kesehatan rendah dan meningkatnya angka kematian
Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan sehingga membuat
tingginya angka kematian. Hal ini dikarenakan biaya untuk kesehatan, sebagaimana
slogan “sehat itu mahal” memang benar. Sehingga masyarakat miskin akan
merasakan betapa beratnya biaya rumah sakit, sehingga mereka tidak bisa berobat
ke rumah sakit dikarenakan faktor biaya. Selain itu kemiskinan juga menyebabkan
buruknya kesehatan pada bayi dan balita yang membutuhkan banyak asupan gizi, sedangkan
orang tua mereka tidak mempunyai materi yang cukup untuk memenuhi hal tersebut.
Sehingga banyak terdapat bayi yang lahir cacat karena kurangnya asupan gizi
saat dalam kandungan, serta banyak balita hingga anak usia pertumbuhan terkena
busung lapar, dikarenaka tidak memadainya asupan makanan mereka. Tentu saja
kita sudah tahu tentang hal ini dari berita-berita di media massa.
Itu
hanya sebagian saja dari banyaknya dampak yang disebabkan kemiskinan.
4.
Pertumbuhan, Kesenjangan dan Kemiskinan
4.1.
Pertumbuhan
Salah satu penyebab utama rendahnya kualitas pertumbuhan adalah korupsi.
Praktik-praktik korupsi di segala lini kehidupan menyebabkan investasi
terhambat. Pengusaha membutuhkan dana lebih besar untuk menjalankan usahanya. Di
masa Orde Baru yang kita yakini tingkat korupsinya sangat parah, pengusaha
masih bisa meraup laba karena persaingan dari luar negeri dibatasi dengan
berbagai bentuk perlindungan. Korupsi juga menyebabkan kualitas infrastruktur
rendah. Penggelembungan nilai proyek dan pemotongan standar baku yang
dipersyaratkan dalam kontrak membuat kualitas bangunan sangat buruk sehingga
cepat rusak.
Selanjutnya, pertumbuhan yang tidak berkualitas akan membuat hampir
separuh penduduk rentan terhadap gejolak ekonomi. Sedikit saja harga-harga
pangan naik membuat penduduk yang nyaris miskin jadi benar-benar miskin, tak
lagi mampu menopang kebutuhan hidup minimumnya: 2.100 kalori per kapita sehari
ditambah dengan pendidikan dasar dan kesehatan dasar.Kalau sekadar mengurangi
kemiskinan, pemerintah bisa saja memberikan bantuan langsung tunai, pelayanan
kesehatan, dan pendidikan dasar gratis. Namun, mengisi kemerdekaan tak cukup
sampai di situ. Yang harus dilakukan adalah memerangi kemiskinan, membongkar
akar-akar kemiskinan.
4.2.
Kesenjangan
Kesenjangan adalah adanya jarak yang cukup jauh antara dua karakter atau
keberadaan orang yang berbeda baik dari sektor ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Dari sisi ekonomi masyarakat, terdapat kesenjangan yang mencolok antara yang
kaya dengan yang miskin. Orang kaya jumlahnya makin banyak dan kekayaannya
makin banyak pula. Tak mau kalah, jumlah orang miskin pun makin membengkak.
Dari sisi pendidikan pun terdapat kesenjangan, baik antar sekolah maupun
antara prestasi individual dan kondisi pendidikan secara umum. Lihat saja
sekolah yang ambruk dengan sekolah yang megah. Tentu di sekolah yang reot itu
tidak tersedia perangkat pendidikan yang memadai. Jangankan komputer, buku saja
terbatas.
4.3.
Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan.
5.
Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Ada sejumlah cara mengukur tingkat
kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi kedalam dua kelompok
pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan
didalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat
ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran Atkinson dan koefisien Gini.
Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai berikut.
n
GE (α) = (1 / ( α2 – α | (1 / n) ∑ (yi / Y^)α – 1 |
GE (α) = (1 / ( α2 – α | (1 / n) ∑ (yi / Y^)α – 1 |
i=1
Bank dunia mengklasifikasikan
ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
a. Penduduk
termiskin 40 % penduduk berpendapatan terendah.
b. 40
% penduduk berpendapatan menengah.
c. 20
% penduduk berpendapatan tinggi.
Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indikator yang diperkenalkan oleh foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak study empiris. (1) The
incidence of poverty: persentase dari populasi yang hidup didalam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi per kapita dibawah garis kemiskinan. Indeksnya
sering disebut rasio H. (2) The depth of poverty yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap index. Indeks ini
megestimasikan jarak atau perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari
garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat
dijelaskan dengan formula berikut.
Pa = (1/n) ∑i[(z – yi)/ z]a untuk semua yi < z
6.
Kemiskinan di Indonesia
Permasalahan yang harus dihadapi
dan diselesaikan oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah kemiskinan, di samping
masalah-masalah yang lainnya. Pemerintah belum mampu menghadapi atau
menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:1), upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal
tahun 1970-an di antaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan
Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada
pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di
tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an
kembali naik. Di samping itu, kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional
melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar
wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia
jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi
telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.
Hal ini diakibatkan oleh
ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur
yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki
kehidupannya. Selain itu juga karena SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas
dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah
fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa. Bahkan hampir
seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang
menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak
pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih
besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak
tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota
dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku
menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si
Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal
dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya malas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. Kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, karena mereka (si miskin) akan rela melakukan apa saja
untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet. Bahkan
jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. Kemiskinan
seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya. Pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, dan lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
6.1.
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1976 – 2007
Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun
1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di
perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980
berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di
perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar
21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang
hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan
sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari
tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga
mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan
sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini
menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin
kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun
2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa.
Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya
krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan
pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
6.2.
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2007 – Maret 2008
Analisis tren tingkat kemiskinan
antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan
tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret
2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp 166.697,-
per kapita per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp 182.636,- per kapita per bulan
pada Maret 2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan
masing-masing meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42
persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah
37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21
juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam
dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk
miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan
berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan
dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52
persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret
2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen. (Badan Pusat Statistik).
7.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan (Menurut Para Ahli)
Setiap permasalahan timbul pasti
karena ada faktor yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan. Begitu juga
dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara Indonesia. Beberapa faktor
yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan
Hudyana (2009:28-29) yaitu :
a. Pendidikan yang Terlampau Rendah; Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
b. Malas Bekerja; Adanya sikap malas
(bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh
tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
c. Keterbatasan Sumber Daya Alam; Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
d. Terbatasnya Lapangan Kerja; Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru, sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
e. Keterbatasan
Modal; Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi
alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki
dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
f. Beban
Keluarga; Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak
diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan
karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau
beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan
Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya
disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai
kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya:
a. Keengganan
bekerja dan berusaha;
b. Kebodohan;
c. Motivasi
rendah;
d. Tidak
memiliki rencana jangka panjang;
e. Budaya
kemiskinan;
f. Pemahaman
keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap
orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :
a. Ketidakpedulian
orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu.
b. Kebijakan
yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati
(2006:4) mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh
sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu :
a. Rendahnya Taraf Pendidikan; Taraf
pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang
rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan
peluang.
b. Rendahnya Derajat Kesehatan; Taraf
kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya
pikir dan prakarsa.
c. Terbatasnya Lapangan Kerja; Selain
kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh
terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha,
selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
d. Kondisi Keterisolasian; Banyak penduduk
miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka
hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan
pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5)
menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
a. Pelestarian Proses Kemiskinan; Proses
pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan
diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru
melestarikan.
b. Pola Produksi Kolonial; Negara
ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani
menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan
berorientasi ekspor.
c. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan;
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen
pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
d. Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam; Misalnya
tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir
tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan
produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
e. Peminggiran Kaum Perempuan; Dalam hal
ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan
penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
f. Faktor Budaya dan Etnik; Bekerjanya
faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup
konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang
konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
8.
Kebijakan Anti Kemiskinan
Untuk mendukung strategi yang
tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah
yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu,
yakni jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Intervensi jangka
pendek adalah terutama pembangunan sector pertanian, usaha kecil, dan ekonomi
pedesaan. Hal ini sangat penting melihat kenyataan bahwa disatu pihak, hingga
saat ini sebagian besar wilayah Indonesia masih pedesaan dan sebagian penduduk
Indonesia. Salah satu contoh kebijakan Anti Kemiskinan pemerintah: PAKET
INSENTIF 1 OKTOBER 2005.
Paket Insentif 1 Oktober 2005
merupakan bagian integral dan implementasi serta tindak lanjut dari Paket
Kebijakan 31 Agustus 2005 yang telah disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono. Paket ini juga didesain dalam kerangka reformasi ekonomi untuk
memperkuat fondasi perekonomian dan mempertahankan momentum percepatan laju
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan daya saing dan menggairahkan investasi
dalam rangka penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan. Paket ini
juga merupakan program insentif dan kompensasi bagi seluruh stakeholders yang
mencakup (i) kelompok rumah tangga berpendapatan rendah; (ii) petani; (iii)
pekerja dan (iv) dunia usaha. Cakupan paket kebijakan ini terdiri dari :
a. Paket
Insentif Fiskal
b. Reformasi
Regulasi dalam Sektor Perdagangan
c. Reformasi
Regulasi dalam Sektor Perhubungan
d. Peningkatan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Beras dan Gabah Petani
e. Subsidi
Langsung Tunai
~ Sekian ~
Sumber :
Catatan
Author :
Terima kasih banyak atas semua
sumber yang telah memberikan berbagai macam informasi, sehingga saya bisa
membuat artikel ini. Sekali lagi, terima kasih banyak. :”D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar