Tugas Soft Skill : Perekonomian Indonesia
BAB 10
Perdagangan Luar Negeri
- Teori Perdagangan Internasional
- Perkembangan Ekspor Indonesia
- Tingkat Daya Saing
1.
Teori Perdagangan Internasional
1.1.
Pandangan
Kaum Merkantilisme
Merkantilisme merupakan suatu
kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta
pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk
memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori
Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad
ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan
ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor.
Dalam sektor perdagangan luar
negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu:
a. Pemupukan
logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan
pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan
negara tersebut.
b. Setiap
politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor
(neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang
aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan
tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Dengan demikian dalam
perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik berat politik
merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan
ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah
kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya,
dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil
industri. Pelopor Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun,
Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert.
1.2.
Teori
Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage)
Oleh Adam Smith
Dalam teori keunggulan mutlak,
Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut.
a.
Adanya
Pembagian Kerja Internasional (Division
of Labour)
Dalam menghasilkan sejenis barang dengan
adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang
lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan,
negara tersebut dapat keunggulan mutlak.
b.
Spesialisasi
Internasional dan Efisiensi Produksi
Dengan spesialisasi, suatu negara
akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan. Suatu negara
akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak
efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila
suatu negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.
Keuntungan mutlak diartikan
sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang
dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor
barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang
secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara
tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang.
Jadi, keuntungan mutlak terjadi
bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan,
dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi
di negara lain.
1.3.
Teori
Keunggulan Komparatif
(Comparative Advantage) Oleh David
Ricardo
David Ricardo menyampaikan bahwa
teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di
antaranya sebagai berikut.
a.
Bagaimana
bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding
dengan negara lain?
Sebagai gambaran awal, di satu
pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih
menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih
unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain.
Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari
uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih
produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan
hubungan pertukaran atau perdagangan.
b.
Apakah
negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?
Pada konsep keunggulan komparatif
(perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam
perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar
mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang,
tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala
rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara
tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja)
dibanding dengan lainnya.
Jadi, keuntungan komparatif
terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang
dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika diban-dingkan
dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
1.4.
Teori
Permintaan
Timbal Balik (Reciprocal Demand) Oleh
John Stuart Mill
Teori yang dikemukakan oleh J.S.
Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo,
yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara
dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam
Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara permintaan
dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran menentukan besarnya
barang yang diekspor dan barang yang diimpor.
Jadi, menurut J.S. Mill selama
terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, maka
manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut.
Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang
dibutuhkan untuk membuat seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil daripada
jumlah jam kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor diproduksi
sendiri.
2.
Perkembangan Ekspor di Indonesia
Setiap negara tak pernah terlepas
dari kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor impor didasari oleh kondisi
bahwa setiap negara memiliki karakteristik sumber daya masing-masing dan
tentunya karakteristik tersebut berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya. Untuk melengkapi dan mengisi perbedaan karakteristik tersebutlah,
kegiatan ekspor impor dilakukan. Penting pula untuk diketahui, secara tidak langsung,
kegiatan ekspor dan impor mempunyai andil yang cukup penting dalam memacu
pertumbuhan ekonomi setiap negara. Berdasarkan data yang diambil dari
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, ekspor impor juga termasuk dalam
indikator ekonomi Indonesia. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber
daya. Akan tetapi, apakah hal tersebut mampu menutup kemungkinan nilai impor
Indonesia lebih mendominasi dibandingkan nilai ekspornya?
Menurut KBBI, pengertian ekspor
adalah pengiriman barang dagangan ke luar negeri. Barang dagangan yang dimaksud
bisa berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor merupakan salah satu tolak
ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu
negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di sektor
riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja
akan tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah,
dalam jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi
pertumbuhan ekonomi negara.
Namun, menurut data yang didapat,
perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 2011-2015 tidak mengalami peningkatan
malah sebaliknya. Berdasarkan grafik di bawah ini, dalam kurun waktu 2011-2015,
nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya dari
203.496,60 juta US$ menjadi 150.252,50 juta US$ pada tahun 2015 yang lalu.
Dapat disimpulkan, mulai dari tahun 2011-2015, penurunan nilai ekspor adalah
sebesar 26,16%.
3.
Tingkat Daya Saing
Peringkat daya saing Indonesia
meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia
menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di
peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa
Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global
yang kian kompetitif ini.
Sebagai masyarakat Indonesia,
pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam
meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global Competitiveness
Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off
atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010
diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144
negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing
Indonesia di arena global tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan
Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri
seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang
merupakan Doktor ekonomi jebolan University of California AS ini memang cukup
diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja perdagangan nasional maupun
internasional.
Menurut Mendag ada beberapa faktor
yang membuat Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Kenaikan peringkat ini
terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang sehat dan
perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia semakin
membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010. “Kondisi
makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah
menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari stabilitas makro, politik, dan
pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka
Pangestu.
Kita akan memperluas pasar dan
memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk
Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta
Produk Indonesia (ACI ). Keberhasilan kenaikan posisi daya saing Indonesia itu
terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar
dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic
Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods
Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development,
Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation.
WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja
Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan
hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan
nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35
menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak
perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business
sophistication juga meningkat, yaitu local supplier quantity dari 50 menjadi
43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international
distribution dari 39 menjadi 33, dan production process sophistication dari 60
menjadi 52.
Dalam penilaian WEF, peringkat
kondisi infrastruktur di Indonesia mengalami penurunan, kendati tidak
signifikan. Tahun sebelumnya peringkat infrastruktur Indonesia berada di
poisisi 53, namun tahun ini menjadi peringkat 55. Seiring menurunnya peringkat
infrastruktur Indonesia, maka Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait,
termasuk Kementerian Perdagangan RI berkomitmen untuk terus mengupayakan
peningkatan daya saing bangsa melalui konten teknologi dan pembenahan sarana
infrastruktur. Untuk itu, pemerintah akan terus mengundang investor agar
berperan serta dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS/PPP) dan membangun sarana
teknologi serta infrastruktur. “Iklim investasi di Indonesia saat ini sangat
kondusif, nilai tukar rupiah sudah cukup stabil, dan didukung oleh mudahnya
akses permodalan,” ujar Mendag. Selain itu, dalam kebijakan fiskal, pemerintah
juga terus memberikan insentif guna merangsang para investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Pemerintah telah memberikan insentif aktif dalam bentuk
pajak ditanggung pemerintah, `tax allowance` dan `tax holiday`. Dan terus
menata usaha intensifikasi dan ekstensifikasi untuk menghasilkan edukasi baik.
“Dengan kebijakan tersebut, diharapkan pemerintah dapat membenahi
infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan laut, serta pelabuhan udara menjadi
lebih kompetitif,. Dengan semakin membaiknya infrastruktur, maka daya saing
Indonesia nantinya dapat lebih baik lagi” ujar Mendag. Pernyataan Mendag juga
dibenarkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Menko Perekonomian mengatakan bahwa
peringkat daya saing Indonesia pada tataran global dapat lebih ditingkatkan
lagi apabila sarana dan prasarana infrastruktur dapat cepat dibenahi.
“Peringkat 44 itu, sebetulnya masih bisa lebih baik lagi kalau memang
infrastruktur kita cepat dibenahi dan dibutuhkan kerja keras,” ujar Menko
Perekonomian, Hatta Rajasa. Selain konsen pada pembenahan infrastruktur, pihak
Kementerian Perdagangan RI pun terus mendorong produk dalam negeri agar bisa
bersaing di pasar lokal maupun ekspor. “Kita akan memperluas pasar dan
memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk
Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta
Produk Indonesia (ACI),” papar Mendag Mari Elka Pangestu. Karena itu, Mendag
berharap kalangan pelaku usaha agar memanfaatkan fasilitas yang ada dalam kerja
sama perdagangan yang telah disepakati Indonesia dengan mitra dagang. Kini,
daya saing Indonesia di tingkat global membaik, dan harus terus ditingkatkan.
Kemendag akan terus melanjutkan reformasi kelembagaan, termasuk mempercepat
pembangunan infrastruktur. Dengan demikian daya saing perekonomian Indonesia
yang membaik, akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan,”ujar
Mendag Mari Elka Pangestu.
Meningkatnya daya saing Indonesia
di tataran dunia memang sangat membanggakan. Namun, penilaian positif daya
saing Indonesia dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut jangan sampai membuat
pemerintah Indonesia menjadi lengah. Boleh jadi, peringkat daya saing Indonesia
ditataran dunia saat ini lebih unggul dari sejumlah negara, seperti Portugal
yang berada di peringkat 46, Italia peringkat 48, India (51), Afrika Selatan
(54), Brazil (58), Turki (61), Rusia (63), Mexico (66), Mesir (81), Yunani
(83), dan Argentina (87). Demikian pula di tingkat ASEAN, daya saing Indonesia
lebih baik dibanding peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109).
Namun, jadi catatan penting bahwa peringkat daya saing Indonesia masih berada
di bawah Singapura yang berada di peringkat 3, Malaysia peringkat 26, Brunei
peringkat 28, dan Thailand di peringkat 38. “Kita tetap tidak boleh lengah
meski daya saing kita meningkat. Kenaikan indeks daya saing ini hanyalah
sebagai salah satu
Parameter angka yang bisa
berubah-ubah. Kita harus lebih giat lagi dan bekerja keras, agar hasilnya juga
lebih baik lagi,” harap Mendag. Dengan peningkatan daya saing ini semestinya
dijadikan tantangan bagi Bangsa Indonesia umumnya, dan bagi Kemendag khususnya,
dalam melanjutkan reformasi birokrasi guna mendukung iklim investasi yang
kondusif, menghilangkan faktor penyebab ekonomi biaya tinggi, dan mendorong
investor menanamkan modalnya di dalam negeri.
~ Sekian ~
Sumber :
Catatan
Author :
Terima kasih banyak atas semua
sumber yang telah memberikan berbagai macam informasi, sehingga saya bisa
membuat artikel ini. Sekali lagi, terima kasih banyak. :”D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar